Nyentana Dalam Pernikahan Adat Bali, Ini Syarat Dan Konsekuensinya

Lantas mengapa perkawinan Nyentana ini harus dilakukan?

Eviera Paramita Sandi
Selasa, 28 November 2023 | 13:50 WIB
Nyentana Dalam Pernikahan Adat Bali, Ini Syarat Dan Konsekuensinya
Ilustrasi pernikahan adat Bali. [villaniyatibali/Pixabay]

Setiap pasangan pengantin juga harus menyucikan diri dan hatinya. Menurut kepercayaan masyarakat, dengan menyucikan diri dan hati maka hubungan rumah tangga ke depannya akan baik-baik saja.

Tak hanya perkawinan biasa, suatu perkawinan dapat dikatakan perkawinan nyentana haruslah memenuhi beberapa syarat.

Melansir dari jurnal Universitas Mataram ‘Kedudukan Suami di Dalam Perkawinan Nyentana Menurut Undang-Undang Perkawinan dan Hukum Adat Bali’ berikut beberapa syarat yang harus dipenuhi:

1.     Pihak perempuan harus berstatus sentana rajeg, artinya perempuan yang akan menikah harus ditetapkan sebagai penerus keturunan.

Baca Juga:Akan Segera Berlaku, Begini Alur Pembayaran Retribusi Masuk Bali Bagi Wisman

2.     Perundingan untuk melakukan perkawinan nyentana harus dimulai dari pihak orang tua calon istri (yang dipurusakan) dengan keluarga calon suami.

3.     Bila telah ada kesepakatan barulah perkawinan nyentana/nyentana dilaksanakan. Upacara perkawinan yang paling pokok dan merupakan syarat sahnya perkawinan, yaitu upacara mabyakaon, harus dilakukan di rumah si istri.

4.     Pihak suami harus masuk keluarga pihak istri dan diterima sebagai anggota keluarga pihak istri. Ini artinya pihak suami keluar dari rumpun keluarga asalnya, yang secara konkrit ditunjukkan si suami semula sudah tinggal di rumah istrinya. Suami tidak lagi memuja sanggah/merajan (tempat sembahyang) bapak asalnya, melainkan ia harus memuliakan sanggah/merajan pihak istri.

5.     Suami berkedudukan sebagai sentana nyentana, yaitu mempunyai hak sebagai pradana (wanita) dan ini ditunjukkan dengan adanya pihak istri mengantar sajen-sajen pamelepahan (jauman) ke rumah keluarga si laki-laki.

6.     Sebagai upacara melepaskan ikatan si suami dari keluarga asalnya sebagai purusa.

Baca Juga:PJ Gubernur Bali Baru Sadar Tak Mudah Bersihkan Sampah yang Dibuang di Sungai

Sehingga dapat ditarik garis jika pada perkawinan adat nyentana istri sebagai kepala rumah tangga dan menjadikan segala tanggung jawab keluarga berada pada istri.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

Lifestyle

Terkini

Tampilkan lebih banyak