3. Bila telah ada kesepakatan barulah perkawinan nyentana/nyentana dilaksanakan. Upacara perkawinan yang paling pokok dan merupakan syarat sahnya perkawinan, yaitu upacara mabyakaon, harus dilakukan di rumah si istri.
4. Pihak suami harus masuk keluarga pihak istri dan diterima sebagai anggota keluarga pihak istri. Ini artinya pihak suami keluar dari rumpun keluarga asalnya, yang secara konkrit ditunjukkan si suami semula sudah tinggal di rumah istrinya. Suami tidak lagi memuja sanggah/merajan (tempat sembahyang) bapak asalnya, melainkan ia harus memuliakan sanggah/merajan pihak istri.
5. Suami berkedudukan sebagai sentana nyentana, yaitu mempunyai hak sebagai pradana (wanita) dan ini ditunjukkan dengan adanya pihak istri mengantar sajen-sajen pamelepahan (jauman) ke rumah keluarga si laki-laki.
6. Sebagai upacara melepaskan ikatan si suami dari keluarga asalnya sebagai purusa.
Baca Juga:Akan Segera Berlaku, Begini Alur Pembayaran Retribusi Masuk Bali Bagi Wisman
Sehingga dapat ditarik garis jika pada perkawinan adat nyentana istri sebagai kepala rumah tangga dan menjadikan segala tanggung jawab keluarga berada pada istri.
Selain itu, bagi suami pada perkawinan adat nyentana, suami mendapatkan hak mewaris dari orang tua angkatnya dan berkewajiban mengurus orangtua pihak istri di masa tua.
Kontributor: Kanita Auliyana Lestari