SuaraBali.id - Menjelang pelaksanaan KTT G20 di Bali, masyarakat terutama mereka yang berada di desa adat sekitar lokasi pertemuan G20 ikut menjaga kondusivitas. Selain itu juga menahan segala kritikan kepada pemerintah.
Hal ini diungkapkan oleh Ketua Majelis Desa Adat (MDA) Provinsi Bali Ida Penglingsir Agung Putra Sukahet. Menurutnya diperlukan kondusivitas supaya dalam keadaan aman dan damai.
"Mari kita sukseskan G20, kalau ada perbedaan aspirasi politik, aspirasi ekonomi, kritik-kritik ke pemerintah tolong dilaksanakan setelah G20, supaya kondusivitasnya tetap terjaga dan kita benar-benar dalam keadaan aman damai," katanya Selasa (25/10/2022).
Sukahet menyebut dukungan warga penting, terutama masyarakat Bali di 25 desa adat sekitar lokasi utama pertemuan kawasan Nusa Dua, Kabupaten Badung.
Baca Juga:Ditemui Bupati Tabanan, Orangtua yang Tega Rantai Anaknya Tanpa Baju Mohon Maaf
Ia selaku pemimpin di Majelis Desa Adat, ia melihat G20 sebagai momentum baik untuk kebangkitan pariwisata Pulau Dewata.
Oleh sebab itu maka itu seluruh elemen masyarakat diminta untuk bersatu demi menjaga martabat Indonesia, serta nantinya ketika delegasi kembali ke negaranya dapat memberi kesan positif kepada rakyatnya soal Bali.
"Seluruh desa adat sudah di-briefing, sering kali kita sosialisasikan. Desa adat dan pecalang-pecalang Sipandu beradat (Sistem Pengamanan Lingkungan Terpadu Berbasis Desa Adat) siap mengamankan dan menyukseskan G20," ujarnya.
Pecalang maupun prajuru desa adat selama ini "ngayah" untuk Bali atau secara ikhlas bekerja mendukung kondusivitas G20 tanpa meminta penghargaan, untuk itu diharapkan Bali bangkit dengan upaya tersebut.
Selain itu dukungan masyarakat untuk tidak beraktivitas di area pertemuan puncak pada 15-16 November 2022 mendatang juga mulai muncul sebagai upaya mereka menjaga kelancaran dan kesuksesan G20.
Baca Juga:Dua Anak di Tabanan Dirantai Lalu Ditinggal Pergi, Ibunya Kini Resmi Jadi Tersangka
Warga Nusa Dua Sebut Sudah Biasa
"Warga Nusa Dua sudah terbiasa membatasi diri demi kelancaran sebuah acara. Tahun lalu ada acara besar, saya lupa namanya. Pantai steril. Juru Bendesa memberi imbauan agar masyarakat tidak beraktivitas di sekitar pantai,” kata Yan Ferry, warga Banjar Penyarikan, Nusa Dua, dihimpun dari Siaran Tim Komunikasi dan Media G20.
Menurut Ferry adanya pertemuan KTT G20 akan berimbas pada perekonomian dari pariwisata Bali, kedatangan delegasi dinilai akan menghidupkan kembali pariwisata yang sempat terpuruk karena pandemi COVID-19.
Terkait dengan pengurangan aktivitas di sekitar lokasi pertemuan, Gubernur Bali Wayan Koster mengeluarkan kebijakan pendukungnya yaitu arahan untuk bekerja dari rumah atau Work From Home (WFH) dan pelaksanaan sekolah daring bagi masyarakat di wilayah Kota Denpasar dan Kabupaten Badung.
Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan sebelumnya meminta Pemprov Bali untuk mengurangi mobilitas masyarakat selama penyelenggaraan KTT G20.
Menurutnya, dengan menerapkan kebijakan WFH dan sekolah daring, mobilitas masyarakat Bali berkurang dan mampu mengurangi potensi kemacetan dan kepadatan lalu lintas untuk kenyamanan penyelenggaraan acara.
“Saya pribadi lebih memilih untuk beraktivitas di rumah. Karena kalau ada acara seperti ini biasanya ada jalan yang pada jam tertentu tidak boleh dilewati,” kata Wardatul Jannah, warga Denpasar pengusaha Sambal Khas Bali, Sambal M3.
Hal senada juga dikatakan warga bernama Alfani Syukri. Lelaki asal Lombok, Nusa Tenggara Barat itu, mengatakan, masyarakat Bali memang cenderung menghindari lokasi di mana acara besar berlangsung.
“Karena biasanya lalu lintas ditutup satu jam sebelum delegasi datang. Itu jalan akan macet,” kata Alfani. (ANTARA)