SuaraBali.id - Pura Gunung Pengsong di Desa Kuripan, Kecamatan Labuapi, Lombok Barat memiliki nuansa yang mistik nan alami dengan ketinggian 200 Meter di atas permukaan laut (Mdpl).
Sejarah Pura Pengsong ini pertama kali bermula saat Ida Ketut Subali mendarat bersama dengan 200 pasukannya dari Karangasem Bali sekitar tahun 1514.
Nama Pengsong diambil dari Bahasa Sansekerta yang berarti tempat untuk meminta berkat dari Sang Pencipta.
Orang suku Sasak menyebutnya dengan Pura Gunung Pengsong karena sebelum didirikannya pernah ditemukan sebuah harta karun berupa koin emas yang merupakan sebuah peninggalan penjajahan Jepang yang terkubur.
Baca Juga:Piodalan di Pura Gunung Pengsong, Krama Hindu di Lombok Persembahkan Kerbau
Dalam Bahasa suku Sasak, Kepeng atau yang disingkat dengan peng memiliki arti koin dan song berarti berlubang dengan demikian Pengsong mempunyai arti Koin yang berlubang di tengahnya.
Pura gunung Pengsong bernilai sejarah sekaligus penanda masuknya umat Hindu dari Bali mula-mula ke Lombok, kawasan wisata Gunung Pengsong juga menandai masa penjajahan tentara Jepang di Pulau Lombok.
Pura Pengsong ini bukan hanya didatangi oleh Krama Hindu di sekitarnya saja melainkan juga didatangi oleh krama Hindu dari seluruh pelosok Pulau Lombok untuk bersembahyang. Termasuk ketika merayakan hari raya Galungan dan Kuningan, Krama Hindu melakukan Tirtayarta di Pura Pengsong.
Nengah 'Ical' Sugiartha salah satu tokoh Krama Hindu di Lombok mengatakan, pura gunung Pengsong ini masuk sebagai Objek wisata di Lombok yang kaya nilai sejarah dan budaya.
Gunung Pengsong adalah sebuah bukit batu hitam dengan rindang pepohonan suasana alam dan panorama yang masih asri. Kawasan seluas lebih dari 11 hektare yang ditetapkan sebagai salah satu objek wisata sejak tahun 1996 ini, ibarat miniatur hutan. Banyak jenis pohon rindang, mulai albasiah hingga beringin berusia ratusan tahun. Kawanan kera coklat keabu-abuan, berhabitat di sini, dengan segala tingkah laku mereka yang menggoda pengunjung yang datang.
Baca Juga:Wisman yang Mendarat Langsung ke Lombok Jarang, Padahal Penerbangan Sudah Lama Dibuka
"Keasrian alam di sini harus bisa tetap dijaga, apalagi gunung Pengsong ini masuk salah satu obyek wisata di Lombok barat," terang Ical saat tangkil bersama Krama Hindu wilayah Pajang, Mataram sebagaimana diwartakan beritabali.com – jaringan suara.com.
Ical yang juga anggota dewan DPRD kota Mataram ini menerangkan, objek wisata Gunung Pengsong, di Kabupaten Lombok bisa dibilang bukan tempat wisata biasa. Ada banyak hal yang bisa dinikmati pengunjung di sini. Selain suasana alam dan panorama yang masih asri. Karena di puncak ini pula, terdapat sebuah tempat peribadatan umat Hindu, Pura Gunung Pengsong, yang merupakan Pura pertama dan tertua di Pulau Lombok.
Pura gunung Pengsong hanya sekitar 15 menit menempuh perjalanan dari kota Mataram.
Teduh dan sejuk, adalah kesan pertama ketika masuk ke kawasan wisata Gunung Pengsong. Beragam jenis pohon tumbuh rindang, beberapa diantaranya beringin berusia ratusan tahun dengan akar-akar gantung yang tebal.
Ada mata air yang bisa dijumpai sebelum mulai mendaki. Lokasi mata air ”Tirta Mumbul Sari” biasanya digunakan umat Hindu tahapan pertama sembahyang, sebelum ke tempat Pura Melanting di Jaba bawah/kaki gunung. Dan Pura Gunung Pengsong yang letaknya lebih tinggi.
Hingga kini, umat Hindu yang ngaturang atau beribadah di tempat suci ini bukan hanya datang dari Lombok, tetapi juga dari Bali, Jogyakarta, dan Jakarta. Jika ada pengunjung yang datang, ratusan ekor kera langsung menyambut dan mengelilingi mereka, ketika tiba di pelataran depan kawasan Gunung Pengsong.
Monyet-monyet ini menanti diberi kacang atau jajanan yang dibawa. Tingkah mereka menggelitik, ada yang berebutan makanan dan kejar-kejaran, ada yang hanya berani menanti di kejauhan. Mulai dari pejantan besar, hingga monyet betina yang mengendong bayinya.
Monyet-monyet ini juga akan selalu mengikuti pengunjung yang hendak mendaki puncak Gunung Pengsong, sepanjang perjalanan. Ada yang unik saat beribadah di Pura ini. Umat yang datang membawa banten, harus jeli jika tak ingin isi banten direbut kawanan kera sebelum dipersembahkan. Itu sebab beberapa pamedek dan pemangku pura, diberi ketapel karet untuk menakut-nakuti monyet.
Tapi jangan khawatir. Sebab, ketapel digunakan tanpa batu sehingga tidak menyakiti monyet-monyet yang lucu itu. Hanya dengan suara hentakan karetnya, monyet pasti menghindar dan lari menjauh.
Bila monyet-monyet datang hendak mengambil buah dan jajanan yang sedang dihaturkan dalam ibadah, karet ketapel pun ditarik dan dihentakkan. Monyet pun berlarian mendengar suara ketapel itu.