SuaraBali.id - Pengelola laboratorium (lab) narkoba di Bali dengan memasukkan bahan baku dan alat dari luar negeri secara terpisah untuk menghindari kecurigaan petugas di Bandara.
Hal ini diungkapkan oleh Direktur Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Askolani yang menyebut bahwa pihaknya menemukan bahwa barang-barang tersebut dimasukkan di Bandara lain.
"Modus daripada pemasukan pembuatan ini adalah kami menemukan pemasukan barang-barang bakunya melalui Bandara Soekarno Hatta bahan baku yang dikirimnya terpisah dari alat-alatnya," Selasa (20/11/2024).
Akan tetapi karena pengalaman tim gabungan Bea Cukai, Bareskrim Polri dan BNN akhirnya mengendus pola pengiriman barang yang diduga kuat menjadi alat ataupun bahan pembuatan narkotika.
Baca Juga:Paus Sperma di Pantai Banyuning Karangasem Kehilangan Rahang, Sirip Dan Pangkal Ekor
Begitu pula Clendestine laboratory yang diungkap di Uluwatu, Kabupaten Badung, Bali pada Senin (18/11). Pengungkapan tersebut, kata dia, merupakan join operation keenam setelah sebelumnya di Jakarta, Medan, Semarang, Malang dan Canggu Bali.
Para pelaku juga memilih memproduksi narkotika di tengah permukiman warga untuk menghindari pengejaran petugas dan cepat berpindah tempat apabila dikejar petugas.
Vila yang digunakan juga disewa secara harian dengan harga Rp2 juta per hari, tetapi dibayar secara mingguan. Ini diperkirakan cara untuk memudahkan mereka, ketika ada sesuatu segera bisa pindah tempat.
Dalam kasus ini, bahan baku untuk pembuatan hasis dan happy five di Bali berasal dari China melalui layanan cargo Bandara Internasional Soekarno Hatta Jakarta.
"Ini adalah lanjutan konsistensi kita bersama dengan kepolisian dan BNN untuk kemudian mencegah dan menangkal pemasukan dari barang-barang yang kemudian tempat memproduksi," katanya.
Baca Juga:Pakem Ogoh-ogoh Sebagai Upacara Keagamaan Dikhawatirkan Hilang
Saat in pihaknya secara intens memantau pemasukan barang-barang dari luar negeri yang diduga kuat bertalian dengan tindak pidana narkoba narkotika.
Pelaku kejahatan narkotika terindikasi memasukkan bahan baku dari luar negeri dalam jumlah yang sedikit. Namun, bahan baku tersebut dikirim secara intensif. Jika dikumpulkan, maka potensi untuk memproduksi narkotika dalam jumlah besar pun tak terhindarkan.
"Ini yang mungkin menjadi pengingat kita walaupun dengan bahan jadi yang mungkin belum banyak, tapi bahan baku yang akan diolah itu akan banyak sekali jumlah jadinya dan kalau dia sukses dia mungkin akan mendatangkan bahan baku yang lebih banyak lagi," katanya.
Sebelumnya, Direktorat Tindak Pidana Narkoba (Ditipidnarkoba) Bareskrim Polri menggerebek sebuah laboratorium narkotika di sebuah vila di Uluwatu, Kabupaten Badung, Bali, Senin (18/11).
Pengungkapan kasus tersebut merupakan pengembangan dari pengungkapan kasus narkotika yang terjadi di Yogjakarta pada September lalu. Dalam kasus ini, polisi menangkap empat orang pelaku yang berperan sebagai peracik narkoba tersebut.
Dari hasil pemeriksaan pelaku, narkoba tersebut digenjot untuk diproduksi secara masif untuk dipasarkan pada momen tahun baru 2026 di wilayah Bali dan Pulau Jawa.
Untuk menghindari kecurigaan petugas, para pelaku memasarkannya dalam bentuk pod system.
"Modus operandi peredaran narkoba dengan menggunakan pods system merupakan strategi yang digunakan oleh para pelaku karena memanfaatkan tren populer di kalangan anak muda," ujar Kabareskrim Polri Komisaris Jenderal Polisi Wahyu Widada.
Widada menjelaskan pods system biasanya digunakan sebagai alat untuk vaping, dimodifikasi menjadi media untuk menyelundupkan atau mengonsumsi narkoba, sehingga lebih sulit terdeteksi oleh pihak berwenang. (ANTARA)