SuaraBali.id - Selain adanya aliran air mualaf yang mengaliri masjid Hidayatul Islam dari Pura Pancor Munjuk, tradisi dan kebudayaan antar dua agama Islam dan Hindu sudah diwariskan turun menurun.
Di dusun yang terletak di Traktak, Desa Batu Kumbung, Kecamatan Lingsar, Lombok Barat ini saat ada warga yang meninggal, begitu ada pengumuman berita kematian di masjid atau musala, umat Hindu kemudian akan secara serentak mengumpulkan uang duka untuk kemudian membantu keluarga Muslim yang sedang ditimpa musibah.
Sama halnya ketika ada umat Hindu yang meninggal. Hal serupa juga dilakukan oleh umat Muslim.
Demikian pula saat adanya hajatan. Mereka saling membantu satu sama lain.
Baca Juga:Air Mualaf, Bersumber dari Pura Mengalir ke Masjid Selama Puluhan Tahun
“Tradisi seperti ini sudah ada semenjak kami bahkan belum lahir. Ini adalah peninggalan leluhur kami,” kata Made Putra sebagaimana diwartakan beritabali.com – jaringan suara.com.
Umat dari kedua agama ini saling menjaga. Menyadari bahwa mata air dari Pura Pancor Munjuk dialirkan ke Masjid Hidayatul Islam untuk kebutuhan umat Islam beribadah, maka leluhur umat Hindu membuat aturan yang sangat tegas.
Di Pura ini tidak diadakan upacara yang menghadirkan daging babi di pura. Di Pura ini, babi tak boleh ada, tak juga boleh didatangkan atau dibawa untuk disembelih, atau dagingnya diolah, dimasak, lalu disantap baik oleh perorangan atau bersama-sama di sana.
Larangan itu masih terjaga hingga kini.
“Jadi kalau ada upacara, kami umat Hindu menyembelih kerbau,” kata Made Putra.
Dengan cara itulah, maka air yang mengalir dari Pura ke Masjid tetap terjaga kesuciannya. Sehingga memenuhi kaidah dan unsur air yang suci menyucikan bagi umat Islam sesuai dengan kaidah Fiqih.
Dikatakan, baik umat Islam maupun umat Hindu begitu bersyukur, bahwa leluhur mereka telah mewariskan secara turun temurun tentang pentingya toleransi, saling menghormati, meski mereka berbeda keyakinan.
“Apa yang kami lakukan hingga hari ini, adalah sepenuhnya mengikuti apa yang sudah dilakukan leluhur kami lebih dari satu abad,” kata H Tantowi, yang merupakan paman dari Made Putra, lantaran menikahi bibi tokoh yang karib disapa Made Arab tersebut.
Dewan Pembina Tim Ekspedisi H Rachmat Hidayat sendiri mengaku begitu takjub atas komitmen
Air Muallaf yang ada di Desa Batu Kumbung ini dipandang tak ubahnya adalah simbol abadi pluralisme di Pulau Seribu Masjid.
“Ini sungguh pembelajaran yang sangat berharga untuk kita yang hidup di saat ini, dan bagi anak-anak cucu kita yang hidup di masa yang akan datang,” imbuhnya.
Saat ini, menurut Kepala Desa Batu Kumbung Wirya Adi Saputra, dari delapan ribu jiwa yang bermukim di desa yang dipimpinnya ini, 70 persen memeluk agama Islam. Sementara sisanya adalah pemeluk agama Hindu.