4 Orang Tersangka Diduga Lakukan Korupsi Dan Pencucian Uang di Bali Sebesar Rp 5 Miliar

Selain diduga terlibat dalam kasus korupsi, keempat tersangka diduga melakukan tindak pidana pencucian uang.

Eviera Paramita Sandi
Kamis, 14 April 2022 | 08:22 WIB
4 Orang Tersangka Diduga Lakukan Korupsi Dan Pencucian Uang di Bali Sebesar Rp 5 Miliar
Ilustrasi korupsi, pencucian uang (Freepik)

SuaraBali.id - Empat tersangka ditetapkan Kejati Bali terkait dugaan tindak pidana korupsi kredit fiktif berupa kredit modal usaha dan konstruksi pengadaan barang dan jasa BPD Bali Cabang Badung kurang lebih Rp5 miliar. Mereka berinisial IMK, DPS, SW dan IKB.

Selain diduga terlibat dalam kasus korupsi, keempat tersangka diduga melakukan tindak pidana pencucian uang.

“IMK, DPS, SW dan IKB sebagai tersangka. IMK dan DPS adalah pejabat di Kantor Cabang Bank yang saat ini keduanya sudah purna tugas. Sedangkan SW dan IKB dari pihak swasta yang memiliki hubungan suami istri," kata Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejati Bali A Luga Harlianto dalam siaran persnya Rabu (14/4/2022).

13 orang saksi telah diperiksa dan diperoleh pula surat dan petunjuk serta melakukan penyitaan bukti-bukti berupa dokumen terkait kredit fiktif tersebut.

Keempat orang ini yang kemudian ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan alat bukti dalam Pasal 183 dan 184 KUHAP.

Terhadap empat tersangka itu sudah dilakukan penyidikan sejak tanggal 15 Maret 2022 didasarkan bukti-bukti yang membuat terang telah terjadi tindak pidana korupsi. Pada tahun 2016 dan 2017, SW mengajukan kredit modal kerja usaha dan konstruksi pengadaan barang dan jasa ke Kantor BPD Bali Cabang Badung.

Lalu, pengajuan kredit oleh SW diajukan melalui CV. SU, CV. DBD dan CV, kurang lebih Rp5.000.000.000.

"Sebagai agunan dalam permohonan kredit modal kerja usaha dan konstruksi pengadaan barang dan jasa adalah kegiatan pengadaan barang dan jasa di institusi pendidikan swasta di Propinsi Bali dimana penyidik menemukan kegiatan itu tidak ada atau tidak dilaksanakan institusi pendidikan tersebut (fiktif)," katanya.

Selanjutnya IMK diduga telah mengetahui kegiatan yang menjadi dasar pengajuan kredit tersebut adalah fiktif, namun memberikan persetujuan atas permohonan kredit atas nama CV. SU, CV. DBD dan CV.

Selain itu tersangka IMK tidak melakukan analisa atas pemberian kredit modal kerja usaha dan konstruksi pengadaan barang dan jasa.

Tahun 2017, tersangka DPS memberikan persetujuan untuk pencairan kredit modal kerja usaha dan konstruksi pengadaan barang dan jasa tersebut, namun persetujuan tersebut untuk mencairkan kredit ke rekening giro CV. SU, CV. DBD dan CV.

"Seharusnya kredit modal kerja usaha dan konstruksi pengadaan barang dan jasa dicairkan ke rekening yang tercantum dalam Surat Perintah Kerja (SPK)," kata Luga.

Setelah diterima dalam rekening giro CV. SU, CV. DBD dan CV. Tersangka SW memerintahkan pegawainya untuk melakukan transfer Bank ke Rekening PT. DKP yang mana tersangka IKB merupakan Direktur PT. DKP tersebut. (ANTARA)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak