SuaraBali.id - Kerajinan gerabah misalnya mengalami penurunan produksi di saat kondisi cuaca tidak menentu seperti saat ini. Hal ini karena tidak adanya sinar matahari sebagai pengering gerabah-gerabah sebelum masuk ke tahap pembakaran.
Kondisi tersebut dirasakan, salah satu perajin gerabah, Ibu Putu di Banjar Basang Tamiang, Mengwi, Badung, Bali saat ditemui di sela aktivitasnya merapikan gerabanya. Ia mengatakan, memang sangat berpengaruh dengan produksi kondisi cuaca seperti saat ini.
Apalagi kerajinan berbahan baku tanah liat ini sangat tergantung dengan sinar matahari.
"Hujan-hujan begini. Ya, tentu penurunan produksi terjadi," katanya lugas, Selasa,(7/12/2021).
Kini dalam berproduksi ia harus memperhatikan kondisi cuaca. Cuaca bagus maka pekerjaan dilakukan dengan maksimal dan begitu juga sebaliknya.
"Jika hujan tak lihat turun ya sedikit membuat gerabahnya, dan sebaliknya tak lihat cuaca mendukung ya digarap saja," jelasnya.
Sementara, pengrajin lainnya, I Ketut Subrata menambahkan kondisi turunnya hujan tidak hanya menghambat produksi, namun juga berdampak pada datangnya bahan baku berupa tanah liat yang ikut terhambat. Hal tersebut disebabkan sulitnya mencari tanah liat juga prosesnya yang sangat tergantung juga dengan cuaca.
"Tidak hanya produksi kami saja terhambat Pak, bahan baku juga sulit didapat dalam kondisi hujan-hujan begini," sebutnya.
Dengan terhambatnya produksi tentunya proses penyelesaian gerabah menjadi molor. Sebelumnya saat cuaca normal (sinar matahari ada) dalam seminggu pesanan dapat dilakukan.
Tetapi saat ini, pesanan bisa diselesaikan mencapai dua minggu baru selsesai.
Untuk menyiasati hasil produksi dalam proses pengeringan, kedua perajin terpaksa dilakukan dengan cara diangin-anginkan saja untuk sementara waktu.