Eviera Paramita Sandi
Selasa, 08 April 2025 | 16:51 WIB
Plt. Kepala Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup Provinsi Bali, I Made Rentin saat ditemui di Kantor DPRD Provinsi Bali, Selasa (8/4/2025) (suara.com/Putu Yonata Udawananda)

Dalam SE tersebut, Koster juga mengatur tentang pengolahan sampah berbasis sumber di desa adat, tempat usaha, tempat ibadah, dan lembaga pendidikan.

Diminta Belajar ke Daerah Lain 

Terkait larangan ini, Gubernur pun dikritik oleh politisi I Gede Pasek Suardika.

Ia menganggap hal ini sebagai bentuk kesewenang-wenangan.

Responsnya ini ditulis dalam akun facebooknya yang dikutip Suara.com, pada (7/4/2025).

“Melarang produk yang telah berijin dan membayar pajak di Republik ini adalah bentuk kesewenang-wenangan. Ketidakmampuan dalam mengatasi sampah lalu menyalahkan pihak lain adalah bukti ketidakmengertian menyelesaikan akar masalah,” tulisnya.

Ia berpendapat bahwa aturan ini juga bisa digugat bilamana ada masyarakat yang merasa keberatan.

Hal ini karena plastik dari air mineral terbukti memiliki nilai ekonomis dan bisa didaur ulang.

Selain itu bila ingin konsisten, masih banyak minuman kemasan sachet, plastik gula pasir, plastik pembungkus beras, dan lainnya masih terjual.

Baca Juga: Industri Air Minum Lokal di Bali Protes Soal Larangan Kemasan Plastik di Bawah 1 Liter

“Dan jika produk tersebut telah berijin maka yang melarang bisa digugat,” tambahnya.

Politisi yang kerap disebut GPS ini juga mempertanyakan mengapa tidak terjun langsung mengerahkan pasukan petugas kebersihan dan lainnya untuk melakukan proses penuntasan urusan sampah.

Ia juga meminta pembuat kebijakan ini supaya belajar ke daerah lain seperti halnya Sunda atau Jawa Barat, Banyumas dan Surabaya.

Menurutnya persoalan sampah di sana bisa diatasi secara bertahap tanpa ada larangan seperti yang dilakukan di Bali.

Ia menyoroti nasib pedagang dan UMKM bila kebijakan ini diberlakukan.

“Kasihan pedagang minuman UMKM dan kaki lima makin terpuruk,” tandasnya.

Load More