Ogoh-ogoh digambarkan sebagai sosok besar yang menyeramkan, seringkali berwujud raksasa atau makhluk-makhluk dari dunia maya, seperti naga, gajah, Widyadari, hingga berbagai penjahat atau hantu.
Ogoh-ogoh dibuat untuk diarak keliling desa pada senja hari Pengrupukan (sehari sebelum Nyepi) sebagai simbol pembersihan alam dan diri sendiri dari sifat negatif, dan roh jahat.
Tradisi tersebut merupakan bagian dari prosesi Tawur Kesanga, ritual Hindu Bali untuk menetralisir kekuatan negatif di alam sekitar dan "mendamaikan" makhluk-makhluk alam bawah menjelang pergantian Tahun Saka.
Setelah diarak, ogoh-ogoh dibakar sebagai simbol pembersihan dan penyucian, menandai dimulainya tahun baru Saka. Pembakaran biasanya di lapangan kuburan desa atau disebut setra.
Baca Juga:WNA yang Belum Bayar Pungutan Wisman di Bali Tidak Dilayani di Tempat Wisata
Pawai ogoh-ogoh menjadi ajang kreativitas para pemuda setempat, dengan berbagai desain ogoh-ogoh yang unik dan menarik.
Tradisi ogoh-ogoh juga mengajarkan manusia untuk memurnikan sifat Bhuta Kala dalam diri, menjaga alam dan sumber daya, serta menjauhi perilaku merusak lingkungan