SuaraBali.id - Kreatifitas Sekaa Teruna (ST) Purwa Jati Kumara Gana, Banjar Teges Kanginan, Desa Peliatan, Kecamatan Ubud, Gianyar, Bali kembali jadi sorotan.
Pasalnya, pembuatan ogoh-ogoh tahun ini, mereka menggunakan bahan ogoh-ogohnya benar-benar dari bahan daur ulang yakni kulit bawang.
Jumlah Sekaa Teruna sebanyak 140 orang, mereka mengusung tema Warsaparwa untuk ogoh-ogoh yang akan diarak pada 28 Maret 2025, tepat saat Hari Pengerupukan.
Sebagaimana diketahui Ogoh-ogoh unik ini menggunakan bahan organic yakni kulit bawang merah dan bawang bombai sebanyak 60 kg, yang setelah dikeringkan menyusut menjadi 30 kg.
Baca Juga:WNA yang Belum Bayar Pungutan Wisman di Bali Tidak Dilayani di Tempat Wisata
Selain itu, mereka juga menggunakan daun talas, kulit jagung, dan berbagai material alami lainnya.
Sedangkan perwakilan dari ST Purwa Jati Kumara Gana, I Wayan Gede Sandiyoga, mengungkapkan bahwa penggunaan bahan-bahan ramah lingkungan ini dilakukan bukan hanya sebagai tantangan dan inovasi baru, tetapi juga untuk mengikuti peraturan pemerintah terkait ogoh-ogoh yang lebih ramah lingkungan.
Selain itu pendanaan dan komitmen mereka terhadap penggunaan material alami turut menjadi alasan utama.
"Kami mendapatkan bahan-bahan tersebut dari berbagai restoran di sekitar Ubud," ujarnya.
Adapun pembuatan ogoh-ogoh ini dimulai sejak 14 Januari 2025, ditandai dengan upacara nuasen karya.
Baca Juga:Nyepi Dan Idul Fitri Bersamaan, Polresta Mataram Tekankan Untuk Saling Toleransi
Hingga saat ini, proses pengerjaan sudah berjalan lebih dari dua bulan.
Tantangan yang dihadapi dalam pembuatan ogoh-ogph ini adalah pemasangan kulit bawang merah, yang harus dilakukan satu per satu.
"Proses ini cukup membosankan dan memakan waktu lama," tambah Sandiyoga.
Tak hanya itu, bagian ogoh-ogoh yang menggunakan modul mesin terutama di area bunga yang ditempati oleh figur Brahmana, juga sempat mengalami kesulitan.
Hal ini karena kurangnya pengalaman dalam bidang mesin, sehingga menjadi tantangan saat penyetelan.
Dengan persiapan yang matang dan semangat yang tinggi, ST Purwa Jati Kumara Gana optimis dapat menampilkan ogoh-ogoh terbaik.
"Kami berharap karya ini bisa menginspirasi komunitas lain untuk lebih peduli terhadap lingkungan dan tetap melestarikan tradisi dengan cara yang inovatif," pungkasnya.
Tentang Ogoh-ogoh
Sebagaimana diketahui, ogoh-ogoh adalah patung raksasa yang dibuat dari bahan ringan seperti bambu, kertas, dan styrofoam, yang menjadi bagian penting dari tradisi Bali dalam menyambut Hari Raya Nyepi, melambangkan Bhuta Kala (kekuatan alam semesta dan waktu) yang diarak dan kemudian dibakar.
Tradisi ogoh-ogoh berkembang pesat di Bali sejak tahun 1980-an, terutama setelah Nyepi ditetapkan sebagai hari libur nasional.
Ogoh-ogoh melambangkan Bhuta Kala, kekuatan alam semesta (Bhu) dan waktu (Kala) yang tak terukur dan tak terbantahkan dalam ajaran Hindu Dharma.
Ogoh-ogoh digambarkan sebagai sosok besar yang menyeramkan, seringkali berwujud raksasa atau makhluk-makhluk dari dunia maya, seperti naga, gajah, Widyadari, hingga berbagai penjahat atau hantu.
Ogoh-ogoh dibuat untuk diarak keliling desa pada senja hari Pengrupukan (sehari sebelum Nyepi) sebagai simbol pembersihan alam dan diri sendiri dari sifat negatif, dan roh jahat.
Tradisi tersebut merupakan bagian dari prosesi Tawur Kesanga, ritual Hindu Bali untuk menetralisir kekuatan negatif di alam sekitar dan "mendamaikan" makhluk-makhluk alam bawah menjelang pergantian Tahun Saka.
Setelah diarak, ogoh-ogoh dibakar sebagai simbol pembersihan dan penyucian, menandai dimulainya tahun baru Saka. Pembakaran biasanya di lapangan kuburan desa atau disebut setra.
Pawai ogoh-ogoh menjadi ajang kreativitas para pemuda setempat, dengan berbagai desain ogoh-ogoh yang unik dan menarik.
Tradisi ogoh-ogoh juga mengajarkan manusia untuk memurnikan sifat Bhuta Kala dalam diri, menjaga alam dan sumber daya, serta menjauhi perilaku merusak lingkungan