Tradisi Ngurek Saat Ngerebong Sebagai Wujud Pengabdian Kepada Sang Pencipta

Masyarakat merayakan puncak Hari Pengerebongan di Pura Agung Petilan Kesiman, Denpasar.

Eviera Paramita Sandi
Minggu, 22 Januari 2023 | 21:07 WIB
Tradisi Ngurek Saat Ngerebong Sebagai Wujud Pengabdian Kepada Sang Pencipta
Prosesi Ngurek di Pura Agung Petilan, Kesiman, Denpasar, Bali, Minggu (22/1/2023) [suara.com / Putu Yonata Udawananda]

Tradisi ini erat kaitannya dengan ritual keagamaan yang dipercaya oleh masyarakat Bali sebagai wujud nyata dari pengabdian kepada Sang Hyang Widhi Wasa.

Tradisi Ngurek merupakan tradisi yang sangat ekstrem untuk dilakukan. Seseorang yang menjalani ritual ini akan menyakiti dirinya sendiri dengan cara menusuk diri sendiri menggunakan keris.

Namun, seseorang yang melakukannya tidak dalam keadaan sadar (kerasukan), karena itu mereka tidak merasa kesakitan.

Ngurek sendiri berasal dari kata "Urek" yang berarti melobangi atau menusuk. Maka dari itu, implementasi yang dilakukan dalam ritual adalah dengan menusuk diri.

Baca Juga:Gubernur Bali Wayan Koster Sambut 210 Turis Tiongkok, Terbang ke Bali Untuk Pertama Kali Sejak Pandemi

Uniknya, prosesi tersebut dilaksanakan di Pura Agung Petilan, yang berasal dari kata Petilaan yang berarti tempat berkumpul.

“Sekarang ini adalah prosesi kegembiraan pengrebongan ini. Ini suatu konsep diadakan di petilaan, pura petilan yang artinya tempat bertemu,” tuturnya.

Prosesi yang khas yang dilakukan pada Minggu (22/1) adalah Tabuh Rah (Sabung Ayam). Pasca persembahyangan yang dilaksanakan dari pagi hingga sekitar jam 2 siang, prosesi Tabuh Rah ini meliputi tahapan nyanjan dan ngider bhuana atau memutari Pura berlawanan arah jarum jam.

Prosesi tabuh rah juga akan menjadi makna dari kebaikan, keburukan, kesedihan. Secara keseluruhan, prosesi ngerebong dimaknai sebagai penyucian dan pembersihan alam semesta atau yang disebut juga proses Penyudamala.

“Secara spirit ini, prosesi ngerebong merupakan prosesi di mana adanya laku ataupun adanya suatu proses, ritual, bentuk penyucian alam dengan di sana ada penyatuan pertiwi akasa. Akan ada simbolik di sana, semua itu adalah penyudamala. Artinya penyucian alam semesta, bukan hanya di Kesiman saja,” ujar Wisna.

Baca Juga:Hari Ini, Wisatawan China Akan Kembali Datang ke Bali Dengan Penerbangan Langsung

Prosesi puncak Pengerebongan diikuti oleh masyarakat Desa Adat Kesiman yang terbagi dalam 32 Banjar Adat. Dengan jalan WR Supratman yang ditutup, banyak juga masyarakat yang memadati jalan raya tersebut.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini