SuaraBali.id - Salah satu budaya warisan leluhur Bali adalah mereresik atau bersih-bersih. Terdapat spirit atau semangat ngayah dan juga gotong royong dalam kegiatan mereresik.
Nyatanya, budaya mereresik di Bali semakin jarang dilakukan. Terlebih lagi di tengah pembatasan aktivitas masyarakat seperti saat ini, kesehatan lingkungan juga harus tetap diperhatikan.
Masih banyak masyarakat yang tidak membuang sampah pada tempatnya. Fenomena sampah di lingkungan alam seperti gunung pun sejatinya perlu diperhatikan.
Pola pikir dan wawasan terkait lingkungan, sejatinya harus dimiliki masyarakat agar menumbuhkan kepedulian terhadap lingkungan.
Baca Juga:Kantongi Sertifkat CHSE, UHA Minta Penerbangan Internasional Dibuka Juli 2021
Dilansir laman BeritaBali, Kamis (1/7/2021), gunung merupakan tempat yang disucikan dan disakralkan keberadaannya oleh masyarakat Bali sejak dahulu kala.
Contohnya pada kawasan Gunung Batur, terutama di puncak gunung, terdapat banyak sekali sampah plastik.
Sangat penting bagi setiap pendaki gunung memiliki kesadaran dan wawasan tentang menjaga kelestarian alam, salah satunya dengan tidak membuang sampah sembarangan.
Sampah plastik di Gunung Batur sampai mengendap di tanah, tentunya ini akan berpengaruh terhadap kesuburan tanah.
Merespon fenomena sampah di Gunung Batur ini, Duta Hijau Bali: Ambassador of Bali Environment mengadakan kegiatan Kembali Ke Alam: Mendaki dan Mereresik Gunung Batur pada 26—27 Juni 2021.
Baca Juga:Covid Varian Delta Merajalela, Luhut Batal Buka Pariwisata Bali buat Turis Asing
Ketua Paguyuban Duta Hijau Bali, I Gusti Putu Putra Mahardika mengatakan, untuk sampah plastik yang sudah terlanjur mencemari lingkungan di Gunung Batur harus ada orang yang mau melakukan aksi nyata membersihkannya.
Di sisi lain, Ketua Panitia Kegiatan, I Komang Adi Sudarta berpendapat bahwa perlu adanya upaya pencegahan, agar setelah ada yang membersihkan, tidak ada lagi yang mengotori kembali.
Setiap pendaki gunung harus ditekankan agar membawa turun sampahnya. Saling mengingatkan sesama pendaki gunung juga perlu dilakukan.
Kegiatan mendaki dan mereresik yang diadakan oleh Duta Hijau Bali ini memiliki beberapa rangkaian yaitu mendaki bersama, kemah bergembira, dan mereresik (bersih-bersih) Gunung Batur dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan.
Tujuan kegiatan ini adalah untuk mengakrabkan diri antar komunitas, sharing-sharing, dan memantik kesadaran untuk lebih menjaga kelestarian alam khususnya di wilayah Gunung Batur sebagai kawasan suci dan juga salah satu gunung purba, lingga bhuana peradaban Bali.
Komang Adi pun berharap agar kegiatan positif seperti ini dapat terlaksana secara berkelanjutan.
Mudah-mudahan ke depan semakin banyak komunitas dan organisasi yang ikut menjadi bagian dalam kegiatan-kegiatan serupa.
Selain itu, semoga kegiatan Kembali ke Alam ini bisa memantik para pendaki gunung serta pemuda pemudi Bali agar lebih sadar akan pentingnya menjaga kelestarian alam, salah satunya adalah dengan budaya mereresik.
Sejumlah komunitas yang bergabung dalam kegiatan Kembali ke Alam ini diantaranya Trash Hero Indonesia, Komunitas Anak Alam, Sosial Project Bali, Pejuang Gumi, Komunitas Gagasan Pemuda (GADA) Bali, Komunitas Lentera (Kotera) Bali, dan KMHDI Bali.