SuaraBali.id - Di masa lalu, bila "grubug" atau gering terjadi, masyarakat Bali enggan keluar rumah atau bepergian. Ritual-ritual penolak bola pun digelar untuk mengusir "grubug". Rupanya cara mencegah penyebaran ini sudah ada sejak dahulu kala. Bisa dijadikan wacana dan diaplikasikan segera untuk kondisi pandemi terkini.
2019 Novel Coronavirus atau virus Corona benar-benar menyita perhatian dunia. Selain dampaknya sangat serius, penyebarannya begitu cepat lintas negara, dan menimbulkan kekhawatiran.
Virus Corona yang penyakitnya disebut Covid-19 ini mengingatkan kepada adanya virus SARS atau flu burung beberapa tahun sebelumnya.
Dipetik BeritaBali.com, jaringan SuaraBali.id, dari Balisaja.com, fenomena wabah yang menelan korban dalam jumlah besar kerap muncul sepanjang sejarah.
Baca Juga:Wisata Bali: Menunggu Pintu untuk Wisman Dibuka Kembali
Di Bali, fenomena ini biasa disebut "grubug" atau "gering sasab".
Di masa lalu, bila "grubug" atau gering terjadi, masyarakat Bali enggan keluar rumah atau bepergian. Ritual-ritual penolak bala pun digelar untuk mengusir "grubug".
Sejarah Bali mencatatkan banyak cerita "grubug". Di sejumlah teks-teks tradisional Bali diceritakan pulau ini beberapa kali dihantam "grubug".
Tahun 1521 Saka atau 1599 Masehi, Bali diserang wabah penyakit lepra. Tiga tahun kemudian yakni 1524 Saka atau 1602 Masehi, penyakit lepra kembali mengepung Bali.
Lontar-lontar menyebutnya sebagai "hananing tumpur agung" yang artinya penyakit lepra (tumpur) yang menyebar semakin luas.
Baca Juga:Wisata Bali: Misteri Jendela Istana Tampaksiring, Kesukaan Presiden Sukarno Bangun Pagi
Antropolog sekaligus peneliti sejarah asal Belanda, Henk Schulte Nodholt dalam bukunya, "The Spell of Power: Sejarah Politik Bali 1650-1940" juga membeberkan sejumlah fenomena pennyebaran penyakit yang mematikan di Bali sekitar abad ke-19.