"Pada tahap penyiapan inang virus terdapat penggunaan bahan dari babi berupa tripsin yang berasal dari pankreas babi," demikian bunyi keterangan tertulis dari Direktur Eksekutif Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Kosmetika (LPPOM) MUI, Muti Arintawati, Senin (22/3/2021) seperti dilansir Solopos.com.
Menanggapi pernyataan MUI, AstraZeneca mengeluarkan pernyataan tertulis.
"Kami menghargai yang disampaikan oleh MUI. Penting untuk dicatat bahwa vaksin Covid-19 AstraZeneca merupakan vaksin vektor virus yang tidak mengandung produk berasal dari hewan," jelas AstraZeneca Indonesia dalam keterangan tertulis, Minggu (21/3/2021).
Hal tersebut sudah dikonfirmasi Badan Otoritas Produk Obat dan Kesehatan Inggris. Ditegaskan mereka, semua tahapan produksi vaksin AstraZeneca tidak ada satupun yang memanfaatkan produk turunan babi.
Baca Juga:Sinovac: Vaksin Covid-19 Aman untuk Bayi, Balita, dan Remaja
"Semua tahapan proses produksinya, vaksin vektor virus ini tidak menggunakan dan bersentuhan dengan produk turunan babi atau produk hewani lainnya," lanjut AstraZeneca.
Sebagai informasi, tripsin yang disebut MUI digunakan dalam proses pembuatan vaksin AstraZeneca, adalah getah perut yang dibawa oleh aliran darah ke pankreas, merupakan unsur yang penting dalam pencernaan.
Tripsin babi digunakan untuk memisahkan sel inang dari microcarrier-nya.
Selain pada tahap penyiapan inang, zat mengandung babi juga dipakai pada penyiapan bibit vaksin rekombinan.
"Pada penyiapan bibit vaksin rekombinan (Research Virus Seed) hingga siap digunakan untuk produksi [tahap master seed dan working seed] terdapat penggunaan tripsin dari babi sebagai salah satu komponen pada media yang digunakan untuk menumbuhkan E.coli dengan tujuan meregenerasi transfeksi plasmid p5713 p-DEST ChAdOx1 nCov-19," kata Muti Arintawati.
Baca Juga:Lansia Berumur 104 Tahun Disuntik Vaksin Covid-19
LPPOM MUI mengetahui kandungan babi tersebut dari hasil pencermatan dokumen. Dokumen yang dicermati adalah dokumen yang dikirimkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) kepada Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI. Data ini dikirim WHO karena pengadaan vaksin ini melalui jalur multilateral.