Eviera Paramita Sandi
Selasa, 27 Mei 2025 | 17:48 WIB
Ilustrasi - Pemulung sampah plastik di Bali [Istimewa]

SuaraBali.id - Pemulung di Bali khawatir mata pencahariannya berkurang setelah Gubernur Bali menetapkan kebijakan larangan kemasan plastik sekali pakai terutama kemasan air mineral di bawah 1 liter.

Sebagaimana diketahui Gubernur Bali, Wayan Koster mengeluarkan Surat Edaran (SE) Nomor 9 Tahun 2025 tentang Gerakan Bali Bersih Sampah yang melarang penggunaan plastik sekali pakai.

Hal ini memang ditujukan untuk kelestarian lingkungan dan upaya menanggulangi sampah plastik di Bali yang kian sulit diatasi.

Namun demikian kebijakan ini juga menuai kontroversi karena sebagian pihak merasa dirugikan akibat kebijakan yang belum memberikan solusi konkrit ini.

Salah satunya adalah pemulung di Bali yang selama ini memanfaatkan sampah plastik sebagai sumber penghasilan.

Mereka meminta agar Pemprov Bali juga memperhatikan kelangsungan pekerjaan para pemulung yang sangat tergantung pada kemasan tersebut.

Seorang pemulung di wilayah Badung,  Hendro mengaku khawatir begitu diberitahu bahwa Gubernur Koster akan melarang penggunaan plastik sekali pakai yang diantaranya adalah gelas dan botol air minum kemasan plastik sekali pakai.

Gelas plastik dan botol plastik yang selama ini dikeluhkan masyarakat sampahnya malah menjadi berkah tersendiri bagi para pemulung ini.

Sampah-sampah ini menjadi sumber penghasilannya setiap hari.

Baca Juga: Pemkab Badung Soal Vaksin TBC Bill Gates : Sepanjang Bagus Tentu Kita Dukung

Pria yang berprofesi sebagai pemulung dan beroperasi di sekitar pantai Legian Bali ini mengakui bingung dengan kebijakan tersebut.

“Saya kan hidup dari mengumpulkan botol-botol plastik ini. Kalau botol-botol itu dilarang, keluarga saya mau makan dari mana. Apa pemerintah mau menanggungnya? Saya tidak habis pikir dengan kebijakan seperti itu,” ujarnya.

Menurutnya dengan tidak ada peraturan pelarangan itu saja sudah sulit untuk mencari botol dan gelas air minum di Pantai Legian ini karena banyaknya para pemulung yang memungutnya.

“Sekarang saja susah dapat botolnya karena yang mulung juga banyak,” tuturnya.

Dari pekerjaannya sebagai pemulung di Pantai Legian Bali, Hendro mengaku mendapatkan penghasilan sekitar Rp 40-50 ribu per hari.

“Saya hanya dapat 40 sampai 50 ribu saja sehari. Uang itu digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari saya dan keluarga. Jadi, kalau dilarang-larang seperti itu, bagaimana nanti dengan hidup keluarga saya?” keluhnya.

Load More