Scroll untuk membaca artikel
Eviera Paramita Sandi
Jum'at, 21 Maret 2025 | 15:39 WIB
Warga di dusun Ombe Dese, Desa Ombe Baru, Kecamatan Kediri Kabupaten Lombok Barat, Provinsi NTB saat menyalakan Dile Jojor, Jumat (21/3/2025). [Suara.com / Buniamin]

SuaraBali.id - Pada bulan Ramadan dan menyambut Idul Fitri, masyarakat di Indonesia mempunyai cara dan tradisinya sendiri di setiap daerah.

Terutama dalam menyambut malam Lailatul Qadar.

Sebagaimana yang dilakukan masyarakat di Pulau Lombok,

Tradisi Maleman masih tetap meriah di Pulau Lombok.

Baca Juga: MinyaKita NTB Diduga Kurang Takaran: Polisi Bergerak

Maleman yaitu tradisi masyarakat Lombok dalam menghidupkan malam ganjil di sepuluh hari terakhir bulan ramadan dengan maksud untuk menyambut datangnya malam 1000 bulan (Lailatul Qadar).

Maleman dilaksanakan setelah berbuka puasa atau selepas melaksanakan ibadah shalat Maghrib.

Tradisi maleman ini biasa dilakukan tepatnya di malam 21, 23, 25, 27 dan 29 pada bulan Ramadan.

Salah seorang tokoh masyarakat di dusun Ombe Dese, Desa Ombe Baru, Kecamatan Kediri Kabupaten Lombok Barat, Provinsi NTB, Amaq Amar mengatakan Maleman merupakan tradisi peninggalan jaman dahulu.

Warga di dusun Ombe Dese, Desa Ombe Baru, Kecamatan Kediri Kabupaten Lombok Barat, Provinsi NTB dalam tradisi Maleman. [Suara.com/Buniamin]

Selama ini, perayaan maleman di Dusun Ombe belum pernah berubah dan tetap dirayakan malam ke 21 bulan Ramadan.

Baca Juga: Shalat Tarawih Ala Masjidil Haram di Islamic Centre NTB, Ini Jadwal Para Imam Timur Tengah

"Ya ini merupakan tradisi peninggalan dari orangtua kami, waktu tanggal dan malam tetap tidak kita rubah," katanya.

Load More