SuaraBali.id - Tanah longsor yang terjadi di Desa Ubung Kaja, Kota Denpasar, Bali, yang menewaskan lima orang pada Senin (20/1/2025) dipicu karena hujan dengan intensitas tinggi.
Menurut Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Berdasarkan analisis terkait kerentanan gerakan tanah, di lokasi bencana tersebut termasuk zona yang rendah berpotensi terjadi gerakan tanah.
“Gerakan tanah dipicu hujan deras dengan intensitas tinggi dan durasi cukup lama,” kata Kepala Badan Geologi Kementerian ESDM Muhammad Wafid, Rabu (22/1/2025).
Sedangkan zona yang membuat terjadinya gerakan tanah adalah wilayah yang mempunyai proporsi kejadian gerakan tanah kurang dari 5-10 persen dari total populasi yang ada.
Menurutnya, zona yang minim gerakan tanah itu, longsor masih dapat terjadi terutama pada wilayah yang berbatasan dengan lembah sungai, lereng curam, tebing pemotongan jalan, dan pada lereng yang mengalami gangguan.
“Gerakan tanah lama dan baru dapat terjadi atau aktif kembali jika dipicu curah hujan tinggi dan atau gempa bumi,” imbuhnya.
Gerakan tanah ini bisa terjadi dari lereng landai sekitar 3-9 derajat sampai lereng curam kurang dari 36 derajat dan tergantung kondisi geologi daerah setempat.
Berdasarkan peta geologi lembar Bali, batuan penyusun di lokasi bencana tersebut termasuk dalam satuan batuan gunung api kelompok Buyan-Bratan dan Batur (Qpbb) yang terdiri dari tuf dan lahar.
Di lokasi bencana, kata dia, tidak terdapat struktur geologi berupa sesar, lipatan maupun kelurusan di sekitar lokasi gerakan tanah serta daerah itu berada pada elevasi antara 45-50 meter di atas permukaan laut.
Baca Juga: "Saya Pulang Lebih Awal": Kisah Imam Selamat dari Longsor di Denpasar
Sementara itu, secara umum di Desa Ubung Kaja merupakan daerah dataran dan daerah setempat memiliki kemiringan lereng curam di sekitar lembah sungai.
Selain karena hujan dengan intensitas tinggi, gerakan tanah juga terjadi akibat kemiringan lereng yang curam, sifat tanah pelapukan vulkanik yang sarang dan mudah luruh serta pembangunan tembok penahan yang tidak sesuai kaidah teknis.
Untuk itu Badan Geologi mengimbau agar tidak menebang pohon besar sembarangan, memotong lereng tidak sesuai kaidah geologi teknik dan membuat dinding penahan lereng hingga ke batuan dasar.
Selain itu juga harus memperkuat lereng/penambatan tanah dengan pondasi yang menembus batuan dasar serta menurunkan geometri lereng pada daerah yang sudah longsor untuk menanggulangi tanah longsor.
Tujuannya untuk mengurangi pergerakan material longsor dan menambah gaya penahan agar tidak terjadi longsor.
Selain itu, mengosongkan rumah rusak berat dan rumah yang berada di area longsoran, tidak berkumpul di area bencana hingga pengembangan permukiman tidak dilakukan di bawah longsoran atau sekitar tebing curam atau terjal, serta perlu peningkatan sosialisasi terkait pemahaman soal gerakan tanah. (ANTARA)
Berita Terkait
Terpopuler
- 4 Model Honda Jazz Bekas Paling Murah untuk Anak Kuliah, Performa Juara
- 4 Motor Matic Terbaik 2025 Kategori Rp 20-30 Jutaan: Irit BBM dan Nyaman Dipakai Harian
- 7 Sunscreen Anti Aging untuk Ibu Rumah Tangga agar Wajah Awet Muda
- Mobil Bekas BYD Atto 1 Berapa Harganya? Ini 5 Alternatif untuk Milenial dan Gen Z
- Pilihan Sunscreen Wardah yang Tepat untuk Umur 40 Tahun ke Atas
Pilihan
-
ASUS Vivobook 14 A1404VAP, Laptop Ringkas dan Kencang untuk Kerja Sehari-hari
-
JK Kritik Keras Hilirisasi Nikel: Keuntungan Dibawa Keluar, Lingkungan Rusak!
-
Timnas Indonesia U-22 Gagal di SEA Games 2025, Zainudin Amali Diminta Tanggung Jawab
-
BBYB vs SUPA: Adu Prospek Saham, Valuasi, Kinerja, dan Dividen
-
6 HP Memori 512 GB Paling Murah untuk Simpan Foto dan Video Tanpa Khawatir
Terkini
-
Apa Jasa Raden Aria Wirjaatmadja bagi BRI? Begini Kisahnya
-
TikTok Diprediksi 'Menggila' Saat Nataru, Trafik Data Bali-Nusra Diproyeksikan Naik
-
Batik Malessa, Dari Kampung Tipes Memberdayakan Perempuan dan Menggerakkan Ekonomi Keluarga
-
BRI Bersama BNI dan PT SMI Biayai Proyek Flyover Sitinjau Lauik Senilai Rp2,2 Triliun
-
Rekomendasi Rental Motor Murah di Bali Mulai Rp50 Ribu