- Presiden Prabowo menganugerahkan gelar pahlawan nasional kepada Soeharto dan Gus Dur.
- Rocky Gerung kritik penetapan pahlawan kini didasarkan pada hasil survei, bukan sejarah.
- Menurutnya, sejarah dan politik kini berisiko hanya menjadi permainan statistik dan algoritma
Kini, ada tiga mantan presiden yang akhirnya menerima gelar pahlawan nasional, yakni Soekarno, Soeharto dan Gus Dur.
Sebelumnya, Soekarno diberi gelar pahlawan nasional pada 7 November 2012 oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Penganugerahan ini berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor 83/TK/TAHUN 2012.
Selain Soekarno, pada tanggal yang sama Mohammad Hatta juga dianugerahi gelar pahlawan nasional oleh pemerintah Indonesia.
Penghargaan gelar pahlawan nasional itu diterima pihak keluarga Soekarno yang diwakili Guntur Soekarnoputra, sementara pihak keluarga Muhammad Hatta diwakili oleh Meutia Hatta.
Baca Juga:Di Balik Daftar Pahlawan Nasional Baru, Kisah Kapten Mudita dari Bali yang Terlupakan
SBY memaparkan alasannya memberi gelar pahlawan nasional kepada dua tokoh bangsa tersebut.
Sosok Soekarno dan Hatta adalah lambang serta sumber inspirasi perjuangan seluruh bangsa Indonesia di seluruh pelosok negeri.
Selain itu, SBY juga menyoroti sosok Soekarno dan Hatta yang berperan penting dalam menciptakan gagasan dan pemikiran bangsa yang akhirnya dijadikan menjadi landasan konstitusional Republik Indonesia yakni Undang – Undang Dasar 1945.
Sementara itu, Gus Dur ditetapkan sebagai pahlawan nasional dengan perjuangan politik dan Pendidikan islam.
Gus Dur dikenal sebagai tokoh bangsa yang sepanjang hidupnya mengabdikan diri memperjuangkan kemanusiaan, demokrasi dan pluralisme di Indonesia.
Baca Juga:Muhammadiyah Dukung Soeharto Pahlawan Nasional, Ajak Publik Lihat Jasa Besar
Gus Dur disebutkan sebagai pahlawan dengan perjuangan politik dan Pendidikan islam. Semasa hidupnya, Gus Dur juga memperjuangkan kemanusiaan, demokrasi dan pluralisme di Tanah Air.
Pemberian gelar dilakukan Prabowo kepada ahli waris Gus Dur, yaitu Sinta Nuriyah (Istri Gus Dur), di Istana Negara, Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Senin (10/11/25).
Kontributor : Kanita