Menyelami Misteri Ngurek, Tradisi Kebal Senjata di Tanah Bali

Ngurek, tradisi sakral Bali, tunjukkan pria kesurupan menusuk diri dengan keris tanpa terluka. Ritual pengabdian spiritual ini melibatkan trans dan perlindungan gaib.

Eviera Paramita Sandi
Kamis, 30 Oktober 2025 | 21:00 WIB
Menyelami Misteri Ngurek, Tradisi Kebal Senjata di Tanah Bali
Prosesi Ngurek di Pura Agung Petilan, Kesiman, Denpasar, Bali, Minggu (22/1/2023) [suara.com / Putu Yonata Udawananda]*
Baca 10 detik
  • Ngurek adalah tradisi sakral Bali di mana peserta menusuk diri dengan keris saat kerasukan.
  • Pelaku dipercaya kebal senjata dan tidak terluka karena dilindungi oleh roh leluhur mereka.
  • Ritual ini bertujuan sebagai wujud pengabdian dan untuk mengundang kehadiran Ida Bhatara.

SuaraBali.id - Di tengah alunan gamelan yang hipnotis dan aroma dupa yang menyelimuti udara, sebuah pemandangan di luar nalar tersaji.

Seorang pria, dalam kondisi puncak kesurupan, menekan sebilah keris tajam ke dadanya.

Ia menusukkannya berulang kali dengan kekuatan penuh, namun seolah ada perisai tak kasat mata, kulitnya tetap utuh tanpa setetes darah pun.

Ini adalah Ngurek, sebuah tradisi sakral yang menjadi bukti hidup betapa tipisnya batas antara dunia nyata dan dunia gaib di Bali.

Baca Juga:Catat, Jadwal Dan Agenda Sanur Village Festival 2025 di Denpasar

Bagi mata awam, ini adalah pertunjukan ekstrem yang mengerikan.

Namun bagi masyarakat Hindu Bali, ini adalah puncak pengabdian spiritual kepada Sang Hyang Widhi Wasa, sebuah ritual di mana tubuh manusia menjadi wadah bagi roh suci leluhur.

Proses magis ini tidak terjadi begitu saja. Ritualnya terbagi dalam tiga babak yang saling mengikat.

Semuanya dimulai dengan Nusdus, sebuah gerbang menuju dunia lain.

Para pemuka adat membakar dupa dan wewangian khas, menciptakan suasana mistis yang dipercaya mampu mengundang roh untuk mendekat.

Baca Juga:Lonceng Peringatan dari BRIN: Jawa-Bali Jadi Episentrum Krisis Kehamilan Tidak Diinginkan

Asap tebal yang mengepul menjadi jembatan bagi para peserta untuk melepaskan kesadaran duniawinya.

Puncaknya adalah saat para peserta memasuki kondisi Masolah.

Ketika roh leluhur telah merasuki raga, mereka mulai menari liar mengikuti irama gending sakral.

Dalam kondisi trans inilah, inti ritual terjadi. Keris dan senjata tajam lainnya dihujamkan ke titik-titik vital tubuh—dahi, leher, hingga dada.

Namun, keajaiban terjadi. Senjata itu seolah tumpul, tak mampu melukai, membuktikan bahwa raga mereka sedang dilindungi oleh kekuatan gaib.

Setelah puncak trans tercapai, ritual ditutup dengan tahap Ngaluwur.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

Terkini