- Pabrik dekat Tahura Denpasar heboh; Gubernur Koster kendalikan pembangunan meski tanah pribadi.
- Tanah tersebut bukan hutan, milik WNI, tapi tata ruang pembangunan akan ketat diawasi.
- Gubernur Koster janji lindungi investor patuh, tapi menindak tegas pelanggar aturan.
SuaraBali.id - Sebuah pabrik yang diduga dimiliki WN Rusia sempat membuat heboh karena ditemukan dekat dengan kawasan Taman Hutan Raya (Tahura) Denpasar.
Belakangan diketahui jika tanah tersebut memang berbatasan dengan Tahura namun bukan tanah hutan.
Menanggapi hal tersebut, Gubernur Bali Wayan Koster menyebut akan mengendalikan pembangunan di kawasan tersebut.
Meski jika tanah tersebut merupakan tanah milik pribadi dan tidak berada pada kawasan hutan.
Baca Juga:27 Napi Risiko Tinggi, Termasuk Pembunuh Wartawan Bali, Dipindahkan ke Nusakambangan
“Itu memang ada lahan milik warga yang berbatasan dgn kawasan mangrove. Bukan mengambil wilayah mangrove,” ujar Koster saat ditemui di Taman Kehati, Denpasar, Jumat (26/9/2025).
“Karena ada dokumen resmi, jadi kalau memang milik pribadi ya itu hak pribadi orang. Hanya saja pembangunannya mesti dikendalikan,” imbuh dia.
Meski dengan tegas menyatakan hal tersebut, Koster mengaku tidak takut kehilangan investor di Bali.
Dia bahkan siap melindungi dan mempermudah pihak yang berinvestasi di Bali selama tetap menaati aturan.
Sebaliknya, dia berjanji akan menindak investor yang nakal terhadap aturan yang sudah berlaku.
Baca Juga:Tragis di Legian: WN Inggris Tenggelam Usai Abaikan Peringatan Bendera Merah
“Kita berpihak, melindungi, dan mempermudah investor yang taat pada aturan. Tapi kalau investor yang tidak taat pada aturan ya kita tindak,” tambah Koster.
Bangunan pabrik tersebut ditemukan dalam sidak yang dilakukan Pansus Tata Ruang, Aset, dan Perizinan DPRD Provinsi Bali.
Sidak tersebut berkaitan dengan titik yang dapat dievaluasi untuk mengantisipasi banjir yang melanda Bali pada awal September.
Dalam sidak tersebut, ditemukan adanya pabrik manufaktur infrastruktur untuk pembangunan hotel, vila, dan restoran.
“DPRD Provinsi sudah sangat gencar turun ke sejumlah wilayah untuk memantau sejumlah pelanggaran yang berkaitan dengan tata ruang. Kemudian polusi terhadap sungai yg diakibatkan pembuangan sampah sembarangan, kemudian alih fungsi di wilayah sempadan lainnya,” tutur Koster.
Setelah rapat dengan pansus, Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Bali mengungkap jika tanah tersebut merupakan tanah untuk kawasan industri. Tanah tersebut juga merupakan milik WNI secara perseorangan.