SuaraBali.id - Setiap tanggal 17 Agustus, ada satu lagu yang dipastikan menggema di seluruh penjuru Indonesia, dari upacara di Istana Negara hingga perlombaan di pelosok desa.
Lagu tersebut adalah "Hari Merdeka", atau yang lebih dikenal dengan lirik ikoniknya "Tujuh belas Agustus tahun empat lima".
Lagu dengan tempo cepat dan penuh semangat ini bukan sekadar nyanyian, melainkan sebuah prasasti audio yang merekam semangat juang, kegembiraan, dan komitmen abadi bangsa Indonesia untuk mempertahankan kemerdekaannya.
Sejarah Terciptanya Lagu Hari Merdeka
Baca Juga:Danton Nge-Lag, Pasukan Baris Berbaris Ini Jalan Tanpa Komando
Lagu "Hari Merdeka" diciptakan oleh Husein Mutahar, seorang komposer, negarawan, dan ajudan kepercayaan Presiden Soekarno.
Uniknya, lagu ini tidak diciptakan tepat pada tahun 1945, melainkan pada tahun 1946.
Kelahiran lagu ini terjadi dalam suasana yang genting.
Pada tahun 1946, ibu kota telah pindah ke Yogyakarta karena situasi keamanan di Jakarta yang belum stabil akibat Agresi Militer Belanda.
Suatu pagi, Presiden Soekarno memanggil H. Mutahar dan memberinya perintah untuk menciptakan sebuah aubade (nyanyian penghormatan di pagi hari) untuk merayakan setahun kemerdekaan Indonesia.
Baca Juga:Sejarah Dan Makna Tari Janger yang Populer di Bali
Dengan semangat yang membara, H. Mutahar meminjam orkes musik keraton dan mengaransemen lagu ini.
Konon, karena saking bersemangatnya saat memimpin orkes, meja reyot yang ia naiki sampai ambruk.
Presiden Soekarno pun memuji hasil karyanya yang berhasil menangkap esensi semangat kemerdekaan.
Berikut adalah lirik lengkap dari lagu "Hari Merdeka" ciptaan H. Mutahar:
Tujuh belas Agustus tahun empat lima
Itulah hari kemerdekaan kita
Hari merdeka nusa dan bangsa
Hari lahirnya bangsa Indonesia
Mer—de—ka!
Sekali merdeka tetap merdeka
Selama hayat masih dikandung badan
Kita tetap setia tetap sedia
Mempertahankan Indonesia
Kita tetap setia tetap sedia
Membela negara kita
(Ulangi dari bait pertama)
Makna Mendalam di Balik Lirik yang Penuh Semangat
Setiap bait dalam lagu "Hari Merdeka" memiliki makna yang kuat dan relevan hingga saat ini:
- Penegasan Sejarah: Lirik "Tujuh belas Agustus tahun empat lima, itulah hari kemerdekaan kita" adalah sebuah deklarasi yang tegas dan tidak bisa diganggu gugat mengenai hari lahirnya Indonesia sebagai negara yang berdaulat.[4]
- Kemerdekaan Menyeluruh: Frasa "Hari merdeka nusa dan bangsa" menekankan bahwa kemerdekaan ini bukan hanya milik sebuah wilayah (nusa) tetapi juga milik seluruh rakyat (bangsa) dari Sabang sampai Merauke.
- Komitmen Abadi: Bagian "Sekali merdeka tetap merdeka, selama hayat masih dikandung badan" adalah sumpah dan janji setiap anak bangsa untuk menjaga kemerdekaan sampai akhir hayat. Ini adalah pesan bahwa perjuangan belum selesai setelah proklamasi, melainkan beralih ke perjuangan untuk mempertahankan kemerdekaan.[4]
- Siap Sedia Membela Negara: Lirik "Kita tetap setia tetap sedia, mempertahankan Indonesia, membela negara kita" adalah seruan untuk seluruh rakyat agar selalu waspada dan siap berkorban demi keutuhan dan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Profil Singkat Pencipta: H. Mutahar
Husein Mutahar (lahir di Semarang, 5 Agustus 1916 – meninggal di Jakarta, 9 Juni 2004) adalah tokoh multitalenta.[3][5] Selain dikenal sebagai pencipta lagu-lagu nasional seperti "Hari Merdeka" dan "Syukur", ia juga merupakan sosok penting dalam sejarah kepanduan Indonesia dan pendiri Paskibraka (Pasukan Pengibar Bendera Pusaka).
Dedikasinya pada negara tidak hanya melalui musik, tetapi juga melalui pengabdiannya sebagai ajudan presiden dan perannya dalam menyelamatkan Bendera Pusaka Merah Putih saat Agresi Militer Belanda II di Yogyakarta.
Hingga hari ini, "Hari Merdeka" tetap menjadi lagu wajib nasional yang berhasil membakar semangat patriotisme dan mengingatkan kita semua akan pengorbanan para pahlawan. Lagu ini adalah warisan berharga yang akan terus dinyanyikan oleh generasi ke generasi.