Koster Temui Pengusaha AMDK di Bali : Saya Minta Produksinya Dihentikan

Gubernur Bali tegaskan larangan AMDK di bawah 1 liter demi kurangi sampah plastik. Produsen diberi tenggat hingga Desember 2025. Kebijakan ini menuai kontroversi.

Eviera Paramita Sandi
Kamis, 29 Mei 2025 | 17:38 WIB
Koster Temui Pengusaha AMDK di Bali : Saya Minta Produksinya Dihentikan
Gubernur Bali Wayan Koster saat bertemu pengusaha air minum dalam kemasan bahas larangan buat tekan sampah plastik di Denpasar, Kamis 29/5/2025. [Istimewa]

Koster meyakini jika kebijakan untuk menekan sampah plastik ini tidak jalan maka wisatawan tidak akan datang dan ekonomi tidak akan tumbuh.

Tak hanya melalui larangan produksi air minum dalam kemasan kecil, ia juga berupaya melalui kebijakan pro lingkungan lainnya seperti transisi ke energi terbarukan, pengelolaan sampah yang lebih baik, serta upaya untuk mengurangi emisi karbon.

Kontroversi

Sebagaimana diketahui, aturan ini pun mengundang kontroversi terutama dari beberapa pihak yang masih memanfaatkan plastik sekali pakai.

Baca Juga:Nasib Pemulung Dan Industri Daur Ulang Yang Terdampak Larangan Plastik Sekali Pakai di Bali

Diantaranya pedagang pasar, pemulung hingga industri daur ulang.

Menurut Ketua Umum Ikatan Pemulung Indonesia (IPI), Prispolly Lengkong, memastikan Surat Edaran Gubernur Bali, Wayan Koster, yang melarang produsen untuk memproduksi air minum dalam kemasan di bawah satu liter itu pasti akan berdampak terhadap perekonomian para pemulung yang ada di Bali.

Dia memperkirakan penghasilan mereka diperkirakan akan anjlok hingga 50 persen dengan adanya pelarangan itu.

Menurutnya, botol-botol air minum kemasan berukuran di bawah satu liter itu merupakan andalan penghasilan bagi keluarga para pemulung karena harganya yang lumayan tinggi.

“Apalagi, saat ini pet galon harganya lagi turun dan para pabrikan tidak mau tercampur pet botol dan pet galon,” ujarnya.

Baca Juga:Pedagang Pasar Badung Bingung Mengganti Kantong Plastik Kresek Dengan Apa

Ia menyebut Pemprov Bali seharusnya bijaksana sebelum membuat surat edaran pelarangan seperti itu.

Karena, menurutnya, ada kehidupan masyarakat minoritas atau masyarakat miskin yang mata pencahariannya ada di situ.

“Jadi kami berharap Pemprov Bali mengkaji ulang surat edaran tersebut,” tukasnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

Terkini