Ia menjanjikan akan ada penertiban berlandaskan peraturan-peraturan yang sudah ada, serta menjamin keberpihakan bagi masyarakat lokal.
Selain itu pemerintah daerah juga akan memastikan bahwa usaha pariwisata tak membiarkan WNA memanfaatkan warga lokal demi kepentingan perizinan.
Yang diharapkan adalah minimal 90 persen pekerjanya adalah warga Bali, dan dibatasi jam operasional.
“Dilarang melanggar sempadan pantai, menguasai pantai sehingga menyulitkan masyarakat lokal hingga mengganggu kesucian upacara adat, dilarang menyalahgunakan vila, rumah, atau sejenisnya untuk praktik prostitusi, akan kami tindak tegas karena itu saya mohon dukungan agar bisa menjalankan dengan baik, kalau tidak Bali ini kacau,” tegas Koster.
Baca Juga:Gudang Pengoplos di Bali Miliki Ribuan Gas Melon, Sasar Usaha Laundry Atau Warung
Koster pun akan memberi wewenang kepada aparat penegak hukum memberi pidana bagi pelanggar, serta desa adat melakukan penertiban dan membuat pararem.
Sanksi Soal Sampah
Selain soal WNA, Koster juga menyoroti soal sampah yang dihasilkan oleh hotel-hotel di Bali.
Pemprov Bali memastikan akan mengumumkan ke publik para pelaku usaha seperti hotel, restoran atau mal yang tidak melakukan penanganan sampah sesuai arahannya. Hal ini sebagai sebuah sanksi yang akan diterima pelaku usaha hotel tersebut.
“Sanksi administratif berkaitan izin operasional, dan sanksi sosial berupa pengumuman kepada publik terkait hotel, restoran atau mal yang tidak ramah lingkungan dan dinyatakan tidak layak dikunjungi, kita harus keras dan tegas,” kata dia.
Menuntaskan masalah sampah akan masuk dalam program super priortas mendesak, di mana salah satu langkah yang bisa dilakukan adalah mempercepat pelaksanaan penanganan sampah berbasis sumber di hotel, restoran, mal, tempat ibadah, lembaga pendidikan, pasar tradisional, perkantoran dan tempat wisata.