SuaraBali.id - Kebijakan pemangkasan anggaran kementerian dan lembaga mempengaruhi okupansi hotel di Nusa Tenggara Barat.
Menurut Asosiasi Manajer Umum Hotel Indonesia (IHGMA) kunjungan tamu yang sepi berpotensi mempengaruhi pendapatan asli daerah.
"Sektor pariwisata NTB bisa terkena dampak serius. Selain penurunan pendapatan asli daerah, kami khawatir perputaran ekonomi yang terhambat menyebabkan terjadinya utang yang tidak terbayar di bank," ujar Ketua IHGMA Nusa Tenggara Barat (NTB) Lalu Kusnawan, Senin (18/2/2025).
Menurutnya bila kebijakan efisiensi itu berlanjut maka hotel yang menggantungkan hidup dari agenda MICE akan mengalami kesulitan.
Baca Juga:Semua MICE Dari Kementerian di Mataram Sudah Dibatalkan Selama Tahun 2025
Hal ini bisa berimbas terhadap perputaran ekonomi daerah bahkan dampak yang lebih buruk bisa menyebabkan gelombang PHK untuk menyesuaikan pendapatan.
Hal ini tidak hanya berdampak pada hotel secara langsung namun juga pihak ketiga seperti halnya vendor dan penyedia layanan lainnya.
Selain itu juga ada usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) yang terhubung dengan industri perhotelan.
Padahal saat ini, menurut Ketua Bidang Hukum, HAM, Advokasi dan Perizinan IHGMA NTB Mukharom pasar MICE sangat penting bagi hotel-hotel di Kota Mataram.
MICE memberikan kontribusi sekitar 37 persen terhadap pendapatan hotel dan meningkat hampir mencapai 50 persen pada 2024.
Baca Juga:Hotel-hotel di Bali yang Direncanakan untuk Rapat Dinas Batal Dipesan Imbas Efisiensi Anggaran
Adanya penurunan anggaran dari MICE, dapat sangat merugikan hotel-hotel di Mataram dan kawasan wisata lainnya, termasuk Senggigi di Kabupaten Lombok Barat.
IHGMA NTB meminta Kementerian Pariwisata untuk memberikan solusi dan mempertimbangkan kembali kebijakan pemangkasan anggaran MICE.
Mereka berharap Presiden Prabowo Subianto meninjau kembali kebijakan tersebut agar tidak menambah beban sektor pariwisata yang sudah mulai pulih pascapandemi COVID-19. (ANTARA)