Tak Dapat Gas 3 Kilogram, Pedagang Angkringan di Kuta Terpaksa Memasak dengan Kayu Bakar

Kelangkaan gas 3 kg paksa pedagang kecil seperti Romli beralih ke kayu bakar. Produksi & omzet menurun drastis. Ia kesulitan cari kayu & berharap solusi dari pemerintah.

Eviera Paramita Sandi
Selasa, 04 Februari 2025 | 11:00 WIB
Tak Dapat Gas 3 Kilogram, Pedagang Angkringan di Kuta Terpaksa Memasak dengan Kayu Bakar
Pedagang angkringan di Kuta yang menggunakan kayu bakar untuk memasak (suara.com/Putu Yonata Udawananda)

SuaraBali.id - Kelangkaan gas LPG 3 kilogram yang terjadi tidak hanya berdampak pada rumah tangga saja. Para pelaku usaha juga dipaksa memutar otak agar dapat melanjutkan usahanya demi mengais rupiah setiap harinya.

Romli (32) membuka angkringannya yang berada di Jalan Setia Budi, Kuta, Kabupaten Badung, Bali mengetahui jika dia tak memiliki tabung gas melon yang baru.

Sehingga, dia pun terpaksa mengoperasikan angkringannya dengan menggunakan kayu bakar.

Sebuah tungku kecil didirikannya dengan beberapa kayu bakar tepat di belakang lapaknya berjualan sejak dirinya mulai membuka dagangannya sekitar pukul 18.00 WITA.

Baca Juga:Vihara Dharmayana Kuta Bersih-Bersih Sambut Imlek 2576

 Itu terpaksa dilakukannya sejak Kamis (30/9/2025) lalu karena dirinya tak kunjung memperoleh gas 3 kilogram.

“Saya dari hari kamis saya pakai kayu bakar, sudah 3 harian. Kemarin-kemarin saya gunakan gas 3 kilogram tapi sudah beberapa hari ini gasnya kosong,” ujar Romli saat ditemui pada Senin (3/2/2025) malam.

Pria asal Nusa Tenggara Timur itu mengaku sudah mencari tabung gas hingga ke banyak titik dari Tuban, hingga Kepaon. Namun, tak kunjung mendapatkan hasil.

“Alasannya (dari pangkalan) gasnya memang dari pusatnya nggak ada,” imbuhnya.

Sementara, upaya Romli untuk mendapatkan kayu bakar juga bukan tanpa usaha. Dia sampai harus mencari ke Pantai Kelan, dan sempat ditegur oleh pihak pantai saat usahanya mencari kayu tersebut.

Baca Juga:Menteri LH Sebut Sampah Kiriman di Bali Berasal dari Sungai di Jawa

Setelah mendapatkan kayu, masalah Romli pun masih belum usai. Dengan produksi menggunakan kayu, dia mengaku produksinya menurun yang berpengaruh terhadap omzetnya.

Jika biasanya dia mampu memasak hingga 70-80 porsi nasi dalam sehari, kini dengan waktu memasak yang lebih lama dengan kayu, dia hanya mampu memasak 15-20 porsi saja setiap harinya.

Dalam jangka waktu tiga hari ini, Romli sangat merugi. Namun, hanya dapat berharap kepada pemerintah terhadap solusi yang dialaminya ini.

Terlebih, solusi lain seperti menggunakan gas LPG 12 kilogram menjadi terasa sangat berat bagi usaha kecilnya untuk menanggung. Termasuk juga dengan opsi menggunakan kompor minyak tanah yang juga terkendala karena sulitnya mencari minyak tanah.

“Sangat merugikan kita. Harapan saya kira-kira solusinya seperti apa? Apalagi saya di daerah Kuta cari kayunya susah,” pungkasnya.

Namun demikian, usahanya tetap harus dijalankan dengan cara sesulit apa pun untuk melayani para buruh bangunan dan sopir ojek online yang biasa mampir ke tempatnya. Meski harus bersusah payah menggunakan kayu bakar di tengah gemerlapnya daerah wisata Kuta.

Kontributor : Putu Yonata Udawananda

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini