SuaraBali.id - Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Bali, Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati -buatau yang akrab disapa Cok Ace menanggapi usulan kenaikan pungutan wisatawan mancanegara (wisman) menjadi sebesar USD 50 atau sekitar Rp821 ribu.
Cok Ace yang masih menjabat sebagai Wakil Gubernur Bali saat peraturan tersebut dibuat menilai jika merupakan keputusan yang tergesa-gesa untuk menaikkan pungutan wisman saat ini. Dia membeberkan beberapa faktor yang mendukung penilaiannya tersebut.
Menurutnya, penerapan pungutan yang sudah berlangsung sejak Februari 2024 lalu ini juga belum efektif. Masih ada sebagian wisatawan yang lolos dari kewajiban untuk membayar pungutan Rp150 ribu tersebut.
Selain itu, dia juga menilai bidang yang dialokasikan dari hasil pemasukan pungutan tersebut juga belum dipastikan. Sehingga menurutnya saat ini belum waktunya untuk membicarakan soal peningkatan nominal pungutan.
Baca Juga:Dari Menggoda Selera Jadi Nestapa, Begini Nasib Apes Babi Guling Ini
“Kalau betul ada usulan seperti itu, yang pertama bahwa pelaksanaan pungutan USD 10 (Rp150 ribu) saja sampai sekarang belum efektif,” ujar Cok Ace saat dihubungi pada Kamis (20/6/2024).
“Peruntukannya pun kita belum susun untuk apa. Jadi, menurut saya jangan tergesa-gesa dulu. Anggap ini sebagai sebuah bentuk sosialisasi dulu,” imbuh dia.
Selain itu, Cok Ace juga tidak menyetujui jika pungutan wisman dijadikan filter agar wisatawan yang berkualitas saja yang datang ke Bali
“Tidak itu (untuk menyeleksi turis), tidak itu semestinya jalan untuk memfilterisasi wisatawan-wisatawan,” ujarnya.
Dia justru menilai jika turis akan tersaring dengan sendirinya jika fasilitas yang ada di Bali dapat ditingkatkan. Dia menilai saat ini masih banyak fasilitas yang menarik pasar turis level menengah ke bawah untuk datang ke Bali.
Baca Juga:Misturu Maruoka Jadi Pemain Baru Bali United Asal Jepang, Ini Sepak Terjangnya
“Jujur kita mengatakan bahwa kita mengatakan kita masih menyiapkan fasilitas yang murah di Bali. Jadi jelas kalau kita menyiapkan fasilitas yang murah-muraj di Bali, maka datang lah wisatawan yang murah-murah. Biasanya murah itu identik dengan wisatawan lapis bawah,” tuturnya.
Dia mencontohkan dengan pemberlakuan moratorium atau pelarangan izin pembangunan hotel kecuali hotel dengan branding internasional. Sehingga, hotel yang ada di Bali tidak menjamur dan tidak hanya memfasilitasi turis lapisan bawah.
Dengan masih maraknya fasilitas murah tersebut, dia menilai jika kenaikan pungutan menjadi USD 50 juga tidak menyeleksi turis dengan baik.
Namun, dia tidak menolak sepenuhnya kenaikan pungutan tersebut. Dia hanya menilai sekarang bukan waktunya melakukan hal tersebut.
Dia menilai jika Bali dapat berbenah dalam memberikan fasilitas yang lebih baik dan mengatasi permasalahan yang ada di Bali saat ini, baru saatnya untuk membicarakan kenaikan pungutan tersebut. Permasalahan tersebut meliputi kemacetan dan kebersihan.
“Mungkin nanti Bali kalau sudah Bali luar biasa hebat, bersih, tertib berlalu lintas, jarang macet, kalau mau naikkan (pungutan) lebih daripada itu, silakan aja,” pungkasnya.
Sebelumnya, Ketua Komisi II DPRD Provinsi Bali, IGK Kresna Budi menyampaikan usulannya agar menaikkan pungutan wisatawan asing. Dia menyebut Bali terlalu dijual murah sehingga masih banyak turis asing yang tidak terseleksi dengan baik.
Kontributor : Putu Yonata Udawananda