SuaraBali.id - Tradisi unik Trunyan, Bali rupanya menyimpan kisah tersendiri. Di tempat inilah, mayat-mayat warga sekitar tidak dibakar, namun sengaja dibiarkan tergeletak begitu saja.
Bali selama ini dikenal dengan ragam wisatanya yang sangat lengkap. Pantainya, gunungnya, danau hingga kulinernya mampu menarik wisatawan lokal maupun mancanegara. Di pulau inilah terdapat desa wisata yang cukup tersohor, apalagi jika bukan Desa Trunyan.
Trunyan, sebuah desa yang berada di Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli. Untuk bisa mencapai Trunyan, kalian harus menyeberang melalui Desa Kedisan menggunakan perahu sekitar 45 menit jarak dari Kota Denpasar ± 65 km.
Asal Muasal Desa Trunyan
Baca Juga:Pemain Muda Bali United Masih Perlu Adaptasi Dengan Lingkungan Tim Senior
Mulanya ada seorang Raja Surakarta yang memiliki empat orang anak, tiga laki-laki dan satu perempuan. Suatu hari, keempat anak raja ini mengendus bau harum yang tidak tahu asalnya dari mana. Si anak bungsu, perempuan mengatakan bahwa bau harum berasal dari timur.
Mereka memohon izin kepada Raja Surakarta untuk mencari bau itu. Sang Raja mengizinkannya. Lalu, mereka berangkat menuju arah timur. Setelah berhari-hari melakukan perjalanan, mereka tiba di Bali. Semakin semerbak baunya, mereka semakin penasaran.
Namun dalam perjalanan itu anak kedua hingga keempat tidak sampai ke tujuan akhir. Lantaran si bungsu memohon izin menetap di Gunung Batur. Sementara anak kedua dan ketiga terlibat cekcok dengan anak pertama hingga akhirnya jatuh dan meninggal.
Alhasil hanya anak pertama yang akhirnya menemukan bau harum tersebut. Ia menemukan di Pohon Taru Menyan. Di sana ada seorang perempuan yang cantik dan menawan. Anak pertama terpesona hingga memiliki hasrat untuk memilikinya.
Si perempuan setuju dan mereka pun menikah. Kemudian, untuk menjadi seorang pemimpin di situ, anak pertama diberi gelar Ratu Sakti Pancering Jagat. Kelak, ia menjadi dewa tertinggi di Desa Trunyan.
Baca Juga:Pelatih Dewa United Labeli Pertandingan Kontra Bali United Sebagai Laga Berat
Sedangkan si istri mendapatkan gelar Ratu Ayu Pingit Dalam Dasar. Kelak, ia menjadi pelindung Danau Batur.
Ratu Sakti Pancering Jagat ingin mengamankan daerahnya dari ancaman pihak luar. Oleh karena itu, ketika ada yang wafat, jenazahnya tidak dikubur melainkan ditaruh di dekat Pohon Taru Menyan.
Pohon itulah yang mengaburkan bau jenazah dan mengeluarkan bau harum. Taru berarti pohon dan Menyan berarti harum.
Cara Penguburan Mayat di Trunyan
Desa ini merupakan Desa Tua di Bali yang masih menggunakan beberapa cara lama dalam beberapa tatanan kehidupan masyarakatnya. Salah satunya yaitu cara penguburan mayat (jenazah).
Orang-orang yang meninggal disana tidak dikubur atau dikremasi, melainkan hanya digeletakkan di bawah pohon Taru Menyan. Pohon inilah yang nantinya mampu menghilangkan bau jenazah yang berada di sana.