Warga Resah Tak Bisa Tidur Karena Fenomena Tanah Bergerak, Fondasi Turun Hingga Rumah Rusak

Tokoh masyarakat Kampung Wae Munting, Viktor Bitrudis, di Kampung Wae Munting, Desa Persiapan Benteng Tado mengatakan kejadian ini membuat rumah warga rusak.

Eviera Paramita Sandi
Senin, 28 Maret 2022 | 08:52 WIB
Warga Resah Tak Bisa Tidur Karena Fenomena Tanah Bergerak, Fondasi Turun Hingga Rumah Rusak
Rumah milik Benyamin Nenohaifeto (43) yang rusak akibat pergerakan tanah di Kampung Wae Munting, Desa Persiapan Benteng Tado, Kecamatan Sano Nggoang, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur, Minggu (27/3/2022) (ANTARA/Fransiska Mariana Nuka)

SuaraBali.id - Sejak tahun 2018, fenomena tanah bergerak telah meresahkan warga di Desa Persiapan Benteng Tado, Kecamatan Sano Nggoang, Kabupaten Manggarai Barat, Provinsi Nusa Tenggara Timur.

Tokoh masyarakat Kampung Wae Munting, Viktor Bitrudis, di Kampung Wae Munting, Desa Persiapan Benteng Tado mengatakan kejadian ini membuat rumah warga rusak.

"Kejadian ini sudah terjadi sejak tahun 2018. Ada dua kampung yang mengalami, yakni Kampung Wae Munting ini dan Kampung Dange," katanya, Senin (28/3/2022).  

Viktor menuturkan bahwa pergerakan tanah menyebabkan penurunan dasar rumah milik Benyamin Nenohaifeto (43) dan Mateus Demin (56) dan dia melaporkannya ke pemerintah desa.

Pada tahun 2019, ia melanjutkan, pergerakan tanah juga menyebabkan retakan dan penurunan blok tanah di beberapa rumah di Kampung Wae Munting, tetapi tidak dilaporkan ke pemerintah desa karena laporan tahun sebelumnya tidak ditindaklanjuti.

Adanya kerusakan dua rumah warga yang mengalami penurunan dasar karena tanah bergerak semakin bertambah pada 2020 dan pada 2021 dua rumah warga yang terdampak pergerakan tanah roboh.

Sebenarnya kejadian itu sudah dilaporkan ke Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Manggarai Barat, tetapi tidak segera ditindaklanjuti.

Pada Februari 2022, ia mengatakan, ada tambahan lima rumah warga yang rusak akibat pergerakan tanah di Kampung Wae Munting. Petugas BPBD Manggarai Barat kemudian datang ke Kampung Wae Munting untuk mengecek dampak pergerakan tanah.

Viktor mengatakan bahwa total ada sembilan rumah warga di Kampung Wae Munting yang rusak akibat pergerakan tanah, ada yang fondasinya turun, lantainya retak, dan bangunannya bergeser.

Menurut dia, kerusakan total terjadi pada rumah milik keluarga Benyamin Nenohaifeto dan Simplisius Jempu. Rumah permanen berukuran 6x8 meter milik Benyamin telah dua kali mengalami kerusakan akibat pergerakan tanah, tahun 2018 dan 2022.

Sedangkan rumah permanen berukuran 6x8 meter milik keluarga Simplisius rusak total pada Februari 2022. Warga yang rumahnya terdampak pergerakan tanah, kata Viktor, ada yang sampai mengungsi ke rumah kerabat atau membangun pondok sementara di kebun.

Fenomena pergerakan tanah membuat warga desa khawatir, utamanya saat hujan turun.

"Sejak tahun 2018 masyarakat sudah resah dengan pergeseran tanah itu, tapi mau pindah ke mana lagi? Semua masyarakat resah. Kalau hujan malam, apalagi gempa, masyarakat semua tidak tidur," tukasnya. (ANTARA)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak