SuaraBali.id - Kasus dugaan tindak pidana penipuan puluhan pekerja asal Bali yang mayoritas dari wilayah Kabupaten Buleleng masih diselidiki pihak berwajib, mereka dijanjikan mendapat pekerjaan dan tempat tinggal di Turki serta diminta menyetor uang Rp25 juta.
Penipuan yang juga mengarah ke dugaan human trafficking itu dilaporkan oleh seorang perempuan berinisial NKT (21) tenaga kerja asal Singaraja, Buleleng, Bali, yang terkena bujuk rayu agen ilegal tersebut.
NKT juga telah menyetor uang Rp25 juta namun ternyata fasilitas yang didapat tak seperti yang dijanjikan.
Malah belum lama ini juga muncul video sejumlah WNI dengan barang bawaan di dalam koper. Mereka diduga berada di Turki dengan kondisi terkatung-katung sulit kembali ke tanah air.
NKT melaporkan dua orang atas kasus tersebut ke Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polda Bali dalam laporan LP/B/100/II/2022/SPKT/POLDA BALI pada 22 Februari 2022 lalu, yakni KPR (nama agen di Indonesia) dan SARR (Agen di Luar Negeri).
Baca Juga:Pawai Patung Anyaman Bambu di Bali
Kepala Bidang Humas Polda Bali, Kombes Pol Syamsi mengatakan pihak kepolisian melakukan telah menindaklanjuti laporan itu dengan melaksanakan penyelidikan.
"Kasus tersebut masih dalam lidik," ujar Syamsi saat dikonfirmasi Minggu 13 Maret 2022.
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Bali, Kombes Pol Surawan menerangkan bahwa kasus dugaan tindak pidana penipuan tersebut dilimpahkan ke Polres Buleleng.
"Betul sudah dilimpahkan ke Polres Buleleng, karena TKP, saksi-saksi dan pelapor semuanya domisili di Buleleng," ujarnya.
Berdasarkan informasi yang dihimpun sejumlah pekerja asal Bali tersebut berangkat ke Turki melalui Bandara I Gusti Ngurah Rai Bali, menggunakan pesawat Lion Air JT-29 dan transit ke Jakarta terlebih dahulu, pada 16 November 2021 lalu.
Baca Juga:KMP Tiga Anugerah Kandas di Perairan Selat Bali, Nelayan Bantu Evakuasi Penumpang
Hampir seluruh pekerja yang berjumlah puluhan orang terkena dugaan kasus penipuan agen ilegal itu memang berasal dari wilayah Buleleng.
Kuasa hukum korban NKT, I Putu Pastika Adnyana, mengatakan puluhan pekerja tersebut nasibnya tidak jelas. Setelah diterbangkan ke Turki oleh penyalur tenaga kerja tersebut.
Dari data yang diperoleh mereka diantaranya bernama I Gede Giri Asa, I Gede Ari Sukriawan, I Kadek Surya Hadi Kusuma, I Made Gina Surya Wibawa, I Putu Agus Ariadi.
I Wayan Srinama yasa, Kadek Adi sudarsana, Kadek Suliasmini, Ketut Ayu Paramita, Ketut susena adi putra, komang Yudi Arnawa Putra, Putu Septiana Sri Wardana dan beberapa lainnya.
"Beberapa diantaranya memang tidak saling kenal dan ada 6 WNI yang belum diketahui keberadaanya," ujarnya.
Putu Pastika menjelaskan dalam pelaporan yang dilakukan oleh korban NKT, diduga memenuhi unsur 2 alat bukti yang cukup atas dugaan Pasal 378 KUHP yang berbunyi “barang siapa dengan maksud hendak menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hak , baik dengan memakai nama palsu atau keadaan palsu , baik dengan akal dan tipu muslihat , maupun dengan karangan perkata kataan bohong , membujuk orang supaya memberikan suatu barang , membuat utang atau menghapus piutang , dengan hukuman penjara selama lamanya empat tahun”
Dugaan tersebut dikembangkan lagi sesuai dengan Pemeriksaan beberapa saksi yang mengarah ke TPPO/ Human trafficking dan patut diduga terlapor melanggar Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 dan Undang-Undang 18 Tahun 2017 tentang perlindungan terhadap Pekerja Migran Indonesia .
Termasuk juga patut diduga melanggar Pergub Bali Nomor 12 Tahun 2021 , Tentang Perlindungan PMI Krama Bali yang dilakukan oleh terlapor dimana pada Pasal 14 ayat 1 menjelaskan tentang hak pekerja migran Indonesia Krama Bali yang salah satunya memperoleh informasi yang benar mengenai “pasar kerja, tata cara penempatan dan kondisi kerja luar negeri, yang diduga dilanggar oleh terlapor ada” bujuk rayu terhadap calon pekerja migran untuk dijanjikan sebuah pekerjaan diluar negeri.
Tepatnya di Turki dengan iming-iming gaji dan pekerjaan yang tidak sesuai dengan yang dijanjikan.
Dijelaskan dia mekanisme dari perekrutan si terlapor ini tidak mempunyai legalitas perusahaan penempatan dan tidak mempunyai izin rekrut dan izin penempatan.
"Sesampainya di Turki penempatan mereka tidak langsung dipekerjakan dikarenakan korban diberangkatkan dengan visa holiday/ Single entry / Visa kunjungan, serta sampai di turki mereka tidak dipekerjakan pada tempat yang dijanjikan," tutur Putu.
Mereka dijanjikan bekerja sebagai housekeeping dan mendapat fasilitas apartement.
"Korban telah membayar senilai Rp25 juta dan dijanjikan apartement yang layak dipakai," kata dia
Putu Pastika menyebut bahwa korban baru mengetahui jika diberangkatkan dengan visa Holiday karena perjanjian diawal menggunakan visa kerja.
"Sesampainya di Jakarta saat pemeriksaan di Imigrasi mereka baru tahu kalau diberangkatkan dengan visa holiday," ujarnya.
Terlantar di Turki
Tiba di Turki, Putu menuturkan, bahwa korban sempat beristirahat dan keesokan harinya dipekerjakan di tempat yang tidak sesuai dengan yang dijanjikan oleh terlapor.
"Bahkan ada beberapa teman lainnya yang dijanjikan bekerja di housekeeping tapi dipekerjakan di klub malam," kata dia.
Di samping itu, 25 orang yang diduga menjadi korban agen ilegal itu ditempatkan dalam 1 mess yang tidak layak dan untuk tidur pun harus bergantian.
"Video daripada korban di mana korban ini ditempatkan di dalam satu Losmen yang berjumlah 25 orang di mana mereka harus bergantian untuk tidur, karena bed tidur mereka tidak cukup untuk 25 orang," kata Putu.
"Ada yang mereka terpaksa bekerja serabutan, ada yang sebagai cleaning service, pagi malam mereka bergantian tidur dengan temannya antara yang kerja pagi dan malam, miris sekali kondisinya," imbuhnya.
Para korban juga dijanjikan membuat visa kerja namun hanya mendapat visa holiday, karena visa holiday sudah habis maka korban mencari ikamet sendiri dengan biaya pribadi.
Di Turki para korban hidup dengan kondisi yang sangat memprihatinkan. Bahkan saat mereka ingin pulang ke tanah air, justru ditekan, terlapor mensyaratkan dengan perjanjian bahwa terlapor akan memulangkan korban dengan syarat bahwa korban harus membuat pernyataan, tidak akan mempersoalkan terlapor atau melaporkan kejadian ini kepada pihak berwajib di Bali atau ke polisi.
"Beberapa PMI yang mengadu kepada kami tidak bekerja dan selalu mendapatkan intimidasi maupun ancaman-ancaman sesuai dengan alat bukti dan barang bukti yang kami miliki. mereka bekerja tanpa kontrak jelas dan si penerima kerja juga memperlakukan mereka tidak manusiawi dengan gaji di bawah standar, akhirnya mereka kabur karena tidak betah, ketika mereka kabur selesai sudah tanggung jawab terlapor SARR Cs itu, dan itu yang mereka inginkan lalu merekrut lagi," jabarnya
Secara terpisah, Kepala UPT Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Denpasar, Wiam Satryawan menegaskan bahwa sejumlah 25 orang asal Bali yang diduga terlantar di Turki itu berstatus sebagai turis.
Sampai saat ini pihak keluarga dari 25 orang tersebut belum ada yang menghubungi BP2MI Bali. BPM2MI Bali juga pun sama sekali tidak memiliki data base dari 25 orang tersebut.
"Informasinya begitu (orang Bali,-red) jumlahnya 25 orang. Ini sebetulnya prosedur awalnya mengarah ke perorangan. Jadi bukan agency, bukan PT, LPK jadi perorangan. Jadi ini sudah jelas pelanggaran hukumnya. Jadi seperti calo atau sponsor," paparnya.
I menjelaskan bahwa kasus pemberangkatan tersebut tidak ada landasan hukumnya alias non prosedural. ke-25 orang tersebut diduga pergi ke Turki menggunakan visa holiday (berlibur), modus itu sering terjadi berulangkali.
"Sebetulnya kasusnya karena ranahnya di Luar Negeri dan kita memiliki perpanjangan tangan di Luar Negeri seperti KBRI harusnya diurus di sana dulu. Yang penting melindungi mereka dulu disana. Kalau masalah pemulangan dan lain-lain belakangan saja, yang penting mereka aman di sana. Saya sudah bersurat ke pusat terkait ini. Jadi wewenang untuk berhubungan ke Menteri pusat bukan saya," sambungnya
"Harusnya pahamlah, masak mau kerja visanya holiday. Kejadian ini sudah terlalu sering dan beberapa kali gak sadar-sadar juga. Kalau mau bekerja secara resmi mencari lowongannya di Lembaga yang memiliki surat izin pengerahan PMI. Ini yang tidak dilakukan oleh mereka dan mereka percaya begitu saja," kata Wiam.
Wiam mengaku disurati oleh kuasa hukum salah satu dari 25 orang tersebut sekitar 3 hari lalu.
Wiam juga telah bersurat ke BP2MI Pusat dan masih menunggu balasan dari BP2MI pusat dan Kementerian Luar Negeri.
"Mereka belum PMI makanya saya bilang ini kasusnya kalau mau pulang ke orang yang memberangkatkan. Statusnya masih turis yang akan dicarikan pekerjaan. Begitu modusnya. Jadi kamu diam disini sebulan saya carikan pekerjaan. Kepulangannya tidak melalui BP2MI diluar mekanisme pemerintah karena penipuan," pungkasnya.
Kontributor Bali : Yosef Rian