Dua Tahun Hilang Karena Pandemi, Kini Malam Pengerupukan di Bali Kembali Dengan Ogoh-ogoh Dan Baleganjur

Pantauan di seputaran jalanan Kota Denpasar suasana hiruk pikuk Pengerupukan, tradisi yang dijalankan masyarakat Hindu Bali begitu kental.

Eviera Paramita Sandi
Rabu, 02 Maret 2022 | 19:55 WIB
Dua Tahun Hilang Karena Pandemi, Kini Malam Pengerupukan di Bali Kembali Dengan Ogoh-ogoh Dan Baleganjur
Ogoh-ogoh saat diarak di kawasan Banjar Dukuh Mertajati, Sidakarya, Denpasar Selatan, Denpasar, Bali, pada Rabu (2/3/2022) malam [Suara.com/Yosef Rian]

"Kami simbolkan ogoh-ogoh ini dengan rantai yang membelit tubuh perempuan ini, yang menyimbolkan semua terbelenggu rantai virus korona, warnanya dominan gelap, arang tersebut simbol luluhlantaknya sektor kehidupan,"  tutur Ade

Sementara itu, informasi yang dihimpun dari Dinas Kebudayaan Denpasar, di Kota Denpasar terdapat lebih dari 200 diarak dari masing-masing banjar di empat kecamatan di Kota Denpasar.

“Untuk di Denpasar yang terdaftar mengikuti pawai ogoh-ogoh yakni 215 orang,” terang Kepala Dinas Kebudayaan Kota Denpasar Raka Purwantara.

Setelah Gubernur Bali I Wayan Koster memberikan angin segar untuk prosesi Nyomnya ogoh-ogoh di wewidangan banjar, Majelis Desa Adat (MDA) Bali meminta agar para Yowana Bali mentaati aturan protokol kesehatan dengan ketat.

Baca Juga:Harmonisasi Budaya dan Keberagaman di Kampung Bali Jelang Hari Raya Nyepi dan HUT Kota Bekasi

Nyomya ogoh - ogoh dilaksanakan dengan syarat maksimal peserta 25 orang dilaksanakan dengan disiplin Protokol Kesehatan (Prokes) Covid-19 menggunakan masker, sudah divaksin 2 kali, menyediakan hand sanitizer, dan mengikuti Swab Antigen yang difasilitasi secara gratis oleh Dinas Kesehatan Provinsi Bali.

"Yowana Bali harus benar-benar memegang teguh kepercayaan Gubernur Bali dan MDA Provinsi Bali, untuk tertib dan taat prokes. Kita harus menjaga Bali bersama-sama, kami percaya kepada para Yowana dimanapun berada dengan pengawasan Bandesa Adat, Kelian Adat atau sebutan lain bersama Prajuru Desa Adat di 1.493 Desa Adat di Bali," tegas Patajuh Bandesa Agung Bidang Seni, Budaya, Adat dan Tradisi Dr. I Gusti Made Ngurah.

Bendesa Agung MDA Bali, Ida Pangelingsir Agung Putra Sukahet bahwa keputusan tersebut memiliki tujuan utama untuk membuka ruang kreativitas bagi generasi muda Bali menjalankan tradisi menyambut Tahun Baru Saka. 

"Meskipun Pawai di wewidangan Desa Adat yang lebih luas tidak bisa dilaksanakan, harap agar para Yowana di seluruh Desa Adat di Bali, anak-anak yang Pangelingsir cintai, tetap bersemangat melakukan prosesi Nyomya Ogoh-Ogoh di Wewidangan Banjar, apalagi Bapak Gubernur Bali memberikan dukungan untuk kegiatan Lomba Ogoh-Ogoh dan fasilitasi test antigen," tutur Bandesa Agung. 

Patajuh Bandesa Agung Bidang Hukum dan Wicara Adat, Dr. Dewa Rai menegaskan kelonggaran boleh beraktivitas dengan kapasitas 50 persen untuk kegiatan adat, keagamaan dan seni budaya, sehingga oawai ogob-ogoh tetap bisa berjalan. 

Baca Juga:2 Tahun Pandemi: Cerita Penggali Kubur di TPU Jombang Tangsel, Disemprot Keluarga Korban-Kerja Sampai Pagi

"MDA Bali tentu akan mendukung anak-anaknya, yakni Yowana Bali dalam berkreativitas dan melaksanakan tradisi, jangan diragukan," ujar dia.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini