Harga Kedelai di Mataram Rp 11 Ribu per Kilogram, Perajin Tahu Menjerit

Hal itu berdampak pada naiknya ongkos produksi mereka. Mereka keluhkan omzet dan produksi tahu yang terus menurun.

Eviera Paramita Sandi
Selasa, 22 Februari 2022 | 15:03 WIB
Harga Kedelai di Mataram Rp 11 Ribu per Kilogram, Perajin Tahu Menjerit
Pengusaha tahu di Kota Mataram, NTB. [Foto : Suara.com/ Lalu Muhammad Helmi Akbar]

SuaraBali.id - Harga kacang kedelai terus mengalami kenaikan. Pengusaha tahu di Kota Mataram terkena imbas naiknya harga kacang kedelai tersebut.

Hal itu berdampak pada naiknya ongkos produksi mereka. Mereka keluhkan omzet dan produksi tahu yang terus menurun.

Adi Purnomo, perajin tahu di Kecamatan Cakranegara, Kota Mataram menyebutkan semenjak pandemi harga kedelai mengalami kenaikan mulai Januari hingga awal Februari.

Kacang kedelai mengalami kenaikan sebesar 500 hingga 1000 rupiah. Dari awalnya Rp 7 ribu menjadi Rp 9 ribu hingga saat ini mencapai Rp 11 ribu per Kg.

Meskipun saat ini bahan baku naik, Adi masih menjual tahu dengan harga normal yakni Rp 75 ribu per papan. Dirinya juga masih mempertahankan ukuran tahunya.

Kondisi tersebut yang membuat omset tahunya menurun, karena harga jual masih sama tetapi perajin mengeluarkan modal yang jauh lebih besar.

Namun Adi bersyukur tahu yang ia produksi merupakan tahu jawa di mana kompetitor untuk tahu jenis ini di Lombok masih sedikit sehingga ia masih bisa menaikkan harga tahunya jika harga kedelai terus melonjak.

Berbeda dengan nasib perajin tahu sasak dengan kompetitor yang relatif lebih banyak menjadikan mereka terpaksa menghentikan produksi saat harga kedelai naik.

“Karena ini tahu jawa maksudnya untuk produksi tahu jawa di Mataram ini hanya tiga atau empat begitu jadi masih bisa naikkan harga jadi Rp 80 ribu ya ndak banyak-banyak, kasian juga pedagang kalau naiknya banyak,” ujarnya pada Selasa siang, (22/2/2022).

Kenaikan harga kedelai ini juga berimbas pada produksi tahu yang mengalami penurunan.

Normalnya Adi bisa memproduksi tahu sebanyak 80 Kg per harinya tapi kini menurun drastis menjadi kurang dari 50 Kg.

Sebagai perajin tahu yang menggunakan kedelai impor, Adi menyayangkan kurangnya ketersediaan kedelai lokal.

Padahal menurutnya hasil olahan kedelai lokal menghasilkan tahu yang lebih bagus.

“Lebih bagus sebenarnya pakai kedelai lokal tapi stoknya memang ndak ada,” ujarnya.

Kini dirinya berharap harga kedelai impor yang biasa digunakan dapat normal kembali sehingga ia tidak perlu mengambil pilihan untuk menaikkan harga tahunya.

Kontributor : Lalu Muhammad Helmi Akbar

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini