SuaraBali.id - Jika Anda sudah merencanakan liburan ke Bali, jangan lupa untuk mengunjungi salah satu desa yang ada di Bali yaitu Desa Panglipuran.
Desa Panglipuran terletak di Kabupaten Bangli, Provinsi Bali. Ketika memasuki desa ini, Anda tidak akan menemukan sampah sedikit pun di setiap sudut desa.
Saking bersihnya, Desa Panglipuran pernah di anugerahi sejumlah penghargaan diantaranya Kalpataru dan ISTA (Indonesian Sustaunable Tourism Award) pada 2017.
Ketika menginjakkan kaki di desa ini, Anda akan disambut oleh suasana yang rimbun dan asri serta tata ruang letak pedesaaan yang begitu rapih.
Baca Juga:Resmi, Mendagri Terbitkan Instruksi Perpanjangan PPKM Jawa dan Bali
Desa Panglipuran ini termasuk desa yang masih menjunjung tinggi nilai-nilai leluhur. Tak heran jika tata ruang desa ini masih mengusung adat yang diwariskan secara turun temurun.
Berikut uraian singkat mengenai sejarah singkat Desa Panglipuran serta keunikan-keunikan yang ada di sana:
1. Sejarah Desa Panglipuran
Ada dua pendapat mengenai asal muasal Desa Panglipuran. Yang pertama kata Panglipuran berarti “pengeling pura”. Pengeling adalah pengingat dan Pura adalah leluhur.
Pendapat kedua yang menyebutkan bahwa panglipuran berasal dari suku kata “pelipur” yang berarti hibur dan lipur.
Kedua persepsi tersebut dikaitkan dengan Raja Bangli yang dulu sering mengunjungin Desa Panglipuran untuk bermeditasi dan bersantai.
Raja Bangli dahulu kala memberikan tempat ini kepada orang Bayung Gede untuk beristirahat, tempat peristirahatan ini disebut dengan Kubu Bayung.
Alasan ini pula yang memperkuat mengapa tata letak dan struktur bangunan yang ada di Desa Panglipuran memiliki kesamaan.
Dan orang-orang Bayung Gede yang sering di panggil Raja Bangli tersebut dipercaya sebagai orang-orang yang ahli dalam urusan agama, adat dan pertahanan.
2. Pesona Desa Panglipuran
Selain masih memegang adat warisan dari leluhur, desa ini memiliki pesona yang luar biasa, diantaranya sebagai berikut:
- Menggunakan Konsep Tri Mandala
Sebagai desa yang masih menjunjung tinggi warisan nenek moyang, Desa Panglipuran dibagi dalam tiga zona yakni Utama Mandala, Madya Mandala dan Nista Mandala.
Utama Mandala merupakan tempat suci atau tempat para dewa, Madya Mandala berisi pemukiman warga dan Nista Mandala tempat pemakaman penduduk.
- Hutan bambu sebagai pelindung desa
Di Desa panglipuran terdapat hutam bambu seluas 45 hektare, atau hampir 40 persen dari total luas desa.
Masyarakat setempat meyakini bahwa hutan bambu merupakan awal dari sejarah keberadaan mereka. Karena itu warga desa ini terus menjaga dan melestraikan hutan bambu sebagai bentuk upaya merawat warisan leluhur serta menjaga keseimbangan antara manusia dan alam.
- Ritual agama yang terus dilakukan
Ritual agama terbesar di Desa Panglipuran yaitu Ngusaba. Ritual ini biasa dilakukan untuk menyambut Hari Raya Nyepi. Dan setiap 15 hari sekali, warga di sana akan datang ke Pura Penatran untuk bersembahyang.
3. Ragam Festival dan Budaya Desa Panglipuran
Di desa ini ada festival budaya yang dilakukan di akhir tahun seperti parade pakaian adat bali, parade seni budaya dan lainnya.
Di Desa Panglipuran ada juga budaya yang dilakukan sebagai bentuk penghormatan terhadap perempuan. Salah satunya adalah sebuah tempat yang diberi nama Karang Memadu. Oleh warga setempat, Karang Memadu merupakan tempat untuk mengucilkan seorang pria yang ketahuan melakukan praktik pernikahan poligami.
Karang Memadu juga bisa ditujukan untuk orang yang ketahuan mencuri. Baik yang mencuri atau poligami akan dihukum lalu wajib melakukan sesembahan pada leluhurnya, dengan 5 ekor ayam dengan bulu berbeda.
Warga Desa Panglipuran juga mempunyai dua jenis hukum yang arus dipatuhi dan diikuti yaitu Awig atau peraturan tertulis dan Dhresta yang merupakan aturan adat atau kebiasaan yang tak tertulis.
Demikian tadi ulasan mengenai Desa Panglipuran di Bali. Semoga bermanfaat dan menambah wawasan kita semua.
Kontributor : Damayanti Kahyangan