Masyarakat setempat meyakini bahwa hutan bambu merupakan awal dari sejarah keberadaan mereka. Karena itu warga desa ini terus menjaga dan melestraikan hutan bambu sebagai bentuk upaya merawat warisan leluhur serta menjaga keseimbangan antara manusia dan alam.
- Ritual agama yang terus dilakukan
Ritual agama terbesar di Desa Panglipuran yaitu Ngusaba. Ritual ini biasa dilakukan untuk menyambut Hari Raya Nyepi. Dan setiap 15 hari sekali, warga di sana akan datang ke Pura Penatran untuk bersembahyang.
3. Ragam Festival dan Budaya Desa Panglipuran
Baca Juga:Resmi, Mendagri Terbitkan Instruksi Perpanjangan PPKM Jawa dan Bali
Di desa ini ada festival budaya yang dilakukan di akhir tahun seperti parade pakaian adat bali, parade seni budaya dan lainnya.
Di Desa Panglipuran ada juga budaya yang dilakukan sebagai bentuk penghormatan terhadap perempuan. Salah satunya adalah sebuah tempat yang diberi nama Karang Memadu. Oleh warga setempat, Karang Memadu merupakan tempat untuk mengucilkan seorang pria yang ketahuan melakukan praktik pernikahan poligami.
Karang Memadu juga bisa ditujukan untuk orang yang ketahuan mencuri. Baik yang mencuri atau poligami akan dihukum lalu wajib melakukan sesembahan pada leluhurnya, dengan 5 ekor ayam dengan bulu berbeda.
Warga Desa Panglipuran juga mempunyai dua jenis hukum yang arus dipatuhi dan diikuti yaitu Awig atau peraturan tertulis dan Dhresta yang merupakan aturan adat atau kebiasaan yang tak tertulis.
Demikian tadi ulasan mengenai Desa Panglipuran di Bali. Semoga bermanfaat dan menambah wawasan kita semua.