SuaraBali.id - Ciri khas daerah Bali. Bali merupakan destinasi wisata yang sangat terkenal baik di dalam negeri maupun mancanegara. Selain dikenal karena memiliki alam yang indah, Bali juga kaya akan kebudayaan dan keseniannya.
Bali juga mempunyai ciri khas daerah yang hanya dimiliki oleh wilayah yang kerap disebut sebagai Pulau Dewata ini.
Ciri khas daerah Bali ini meliputi makanan, alat musik, pakaian daerah, tarian, hingga tradisi masyarakat yang hanya ada di Bali. Lebih lengkap mengenai ciri khas daerah Bali, yuk kita simak bersama-sama.
1. Makanan Khas
Baca Juga:Viral Bule Baku Hantam Dengan Warga Bali di Pinggir Jalan
Banyak makanan dari provinsi dengan ibu kota Denpasar tersebut memiliki cita rasa yang lumayan pedas. Ini entah itu karena bumbunya yang kaya akan rempah-rempah atau tambahan sambal pada menunya.
Makanan khas Bali pada sejarahnya telah dipengaruhi oleh masakan China, India, dan Timur Tengah. Bahan dasar dari makanan khas Bali adalah cabai, bawang putih, bawang merah, dan minyak kelapa.
Akan tetapi, tergantung pada hidangannya, berbagai bumbu dan bahan segar ditambahkan untuk menciptakan citra rasa yang luar biasa.
Bahkan, berbagai daerah di Bali memiliki rasa yang berbeda dan sejarahnya yang menarik. Sejumlah makanan khasnya, antara lain Bebek Betutu atau Ayam Betutu, Sate Lilit, hingga Babi Guling.
2. Pakaian Adat
Baca Juga:Tegas! Gerindra Bali Kembali Usung Prabowo Subianto Calon Presiden 2024
Pakaian adat Bali memiliki beragam jenis, dari pakaian sehari-hari sampai pakaian upacara. Dalam pergaulan sehari-hari anak laki-laki Bali diwajibkan memakai penutup kepala yang disebut destar atau udeng.
Sedangkan anak perempuan mengenakan tengkuluk atau kancrik, yakni sehelai selendang yang berfungsi menutup tubuh. Ini terkadang digunakan untuk mengangkat beban sekaligus sebagai penutup wajah.
Sebagian orang Bali menghias diri dengan bunga yang disisipkan pada rambut bagi perempuan dan disisipkan pada daun telinga bagi laki-laki yang disebut Sumpang. Dalam upacara perkawinan, masyarakat Bali mengenal adanya tiga jenis busana dan tata rias pengantin, yakni nista, madya, dan utama atau payes agung.
3. Rumah Adat
Arsitektur Bali memiliki ciri-ciri struktur bangunan Bali yang lazim disebut triangga. Konsep arsitek ini terdiri atas hulu, badan, dan kaki.
Bentuk dan fungsi bangunan menjadi lambang kekuatan yang menjiwai dari arah delapan penjuru angin dalam tata waktu yang disebut astawara Sri-Indra-Guru-Yama-Rudra-Brahma-Kala-Uma.
Dalam menentukan arah untuk membangun sebuah rumah, masyarakat Bali lebih mengutamakan arah-arah tertentu.
Misalnya, jika menghadap ke arah gunung yang dianggap sebagai arah ke alam maya (kaja) dan kelod yang ke laut yang dianggap ke arah alam neraka, arah barat adalah arah kematian atau kejahatan yang disebut kauh, dan arah timur merupakan arah kelahiran dan kebaikan yang disebut kangin.
4. Tarian
Seni tari Bali pada umumnya dapat dikategorikan menjadi tiga kelompok, yakni wali atau seni tari pertunjukan sakral, bebali atau seni tari pertunjukan untuk upacara dan juga untuk pengunjung dan balih-balihan atau seni tari untuk hiburan pengunjung.
Salah satu tarian yang sangat populer bagi para wisatawan ialah Tari Kecak dan Tari Pendet.
5. Musik
Musik tradisional Bali memiliki kesamaan dengan musik tradisional di banyak daerah lainnya di Indonesia, misalnya dalam penggunaan gamelan dan berbagai alat musik tabuh lainnya.
Meskipun demikian, terdapat kekhasan dalam teknik memainkan dan gubahannya, misalnya dalam bentuk kecak, yakni sebentuk nyanyian yang konon menirukan suara kera.
Demikian pula beragam gamelan yang dimainkan memiliki keunikan. Misalnya gamelan jegog, gamelan gong gede, gamelan gambang, gamelan selunding dan gamelan Semar Pegulingan. Ada pula musik Angklung dimainkan untuk upacara Ngaben serta musik Bebonangan dimainkan dalam berbagai upacara lainnya.
6. Upacara Ngaben
Mayoritas warga Hindu di Bali melakukan upacara Ngaben saat orang meninggal. Saat upacara Ngaben, jasad atau tubuh orang meninggal bisa dikubur terlebih dahulu ataupun dikremasi langsung.
Upacara Ngaben digelar adalah wujud bakti manusia dan kewajiban suci kepada leluhurnya atau orang yang telah meninggal. Tujuan upacara Ngaben mengembalikan unsur Panca Maha Bhuta dari tubuh kasar manusia ke asalnya dan badan halus (atma) yang telah meninggalkan lebih cepat mendapat penyucian dan kembali kesisi-Nya.
Tata cara pelaksanaan Ngaben pun tidak selalu sama sesuai dengan situasi, kondisi dan tempat Ngaben tersebut berlangsung.
7. Hari Raya Nyepi
Hari Raya Nyepi ini digelar sekali dalam setahun sebagai penyambutan tahun baru Isaka yang jatuhnya pada bulan mati (Tilem) sasih Kesanga. Uniknya, penyambutan tahun baru di Bali ini diperingati dengan kesunyian, ketenangan, lengang dan sepi.
Itulah sebabnya semua warga pada saat HariRaya Nyepi tersebut tidak boleh bepergian, menghidupkan api, membuat kegaduhan ataupun bersenang-senang. Bahkan, termasuk fasilitas umum juga tutup kecuali rumah sakit.
Tujuan dari perayaan ini untuk bisa introspeksi diri atau mulat sarira dan merenung dalam suasana hening bisa berkonsentrasi lebih maksimal agar nantinya bisa memulai kehidupan yang lebih baik pada bulan berikutnya.
8. Pemakaman Desa Trunyan
Pada umumnya orang meninggal di Bali, terutama bagi umat Hindu selain dikubur bisa dibakar atau dikremasi langsung. Namun demikian, ada suatu tradisi unik di Desa Trunyan Kintamani, Kabupaten Bangli.
Pada saat orang meninggal, maka tubuh atau jasad orang tersebut hanya diletakkan di bawah pohon Menyan. Jasad diletakkan di atas tanah tanpa dikubur, hanya dipagari oleh bambu (ancak saji) agar tidak dicari oleh binatang atau hewan liar.
Anehnya tidak sedikit pun dari jasad tersebut berbau busuk, sampai akhirnya tinggal tersisa tulang-belulang saja. Tulang-belulang itu nantinya diletakkan pada sebuah tempat di kawasan tersebut.
9. Subak
Sawah diatur, dijaga, dan dilestarikan tahun demi tahun, generasi demi generasi. Pengaturan, penjagaan, dan pelestarian itu dilakukan melalui sebuah lembaga sosial bernama subak.
Sistem subak menjadi salah satu kekhasan Provinsi Bali. Sistem pengairan ini menjadi bentuk kearifan lokal yang membuat petani dapat hidup serasi dengan alam untuk memperoleh hasil panen optimal.
Subak merupakan suatu sistem swadaya masyarakat yang berfungsi mengatur pembagian aliran irigasi yang mengairi setiap petak areal persawahan. Sistem ini dikelola secara berkelompok dan bertingkat disertai pembagian peran yang spesifik bagi setiap anggotanya.
Kontributor : Titi Sabanada