Wisata Bali: Nostalgia dalam Sebungkus Nasi Jinggo

Menjadi salah satu trademark kuliner Bali yang siap menemani anak-anak gaul di malam hari, kekinian namanya bermacam-macam.

RR Ukirsari Manggalani
Senin, 20 September 2021 | 19:40 WIB
Wisata Bali: Nostalgia dalam Sebungkus Nasi Jinggo
Nasi jinggo atau jango, alias jenggo [Beritabali.com].

Di sekitar tahun yang sama, di salah satu bioskop ternama di Denpasar sedang diputar film cowboy yang dibintangi Franco Nero. Judulnya adalah "Jango" (baca jenggo).

Film ini wajib ditonton oleh anak muda kala itu. Entah siapa yang memulai, nasi bungkus mini di Terminal Suci Denpasar tadi kemudian diberi nama "Nasi Jango", karena nasi bungkus ini dianggap mewakili gaya cowboy Franco Nero. Kurang lebih istilah cowboy kala itu adalah "keren merakyat " alias cool.

Setelah Terminal Suci dibangun dan kondisinya berubah seperti sekarang, dua perempuan penjual nasi jenggo itu tak ada kabarnya. Tahun 1980-an cerita nasi jinggo kemudian berpindah ke Jalan Gajah Mada Denpasar.

Kali ini nasi jinggo versi Jalan Gajah Mada dibungkus daun pisang segar tanpa koran. Isinya kurang lebih sama seperti nasi jinggo versi Terminal Suci.

Baca Juga:Wisata Bali: Pengelola di Karangasem Menyambut Baik Pembukaan Kembali Tempat Pelancongan


"Kala itu anak muda Denpasar tidak menamakan nasi bungkus tersebut dengan nasi Jango atau jinggo, tapi nasi "Gang Bronx", dan kebetulan nasi itu dijual di gang-gang yang ada di depan Pasar Kumbasari. Istilah Bronx diambil dari film "Breakdance" yang berkisah tentang kehidupan anak muda di daerah Bronx Amerika Serikat," lanjut Ketut Gogonk.

Kini nasi jinggo sudah lebih berkembang. Isinya pun lebih variatif. Ada nasi jinggo babi kecap, nasi jinggo sela (ketela), nasi jinggo rendang, nasi jinggo super dan lainnya.

Penulisan jango turut berubah. Mungkin atas pertimbangan strategi pemasaran sehingga ada yang menulis nasi Jenggo, Jinggo, bahkan nasi Jenggot.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

Terkini

Tampilkan lebih banyak