Sejarah Perlawanan Rakyat Bali Terhadap Penjajah, Salah Satunya Puputan Margarana

Perlawanan-perlawanan ini ditandai dengan meletusnya berbagai perang di Bali.

Rizki Nurmansyah
Sabtu, 14 Agustus 2021 | 16:05 WIB
Sejarah Perlawanan Rakyat Bali Terhadap Penjajah, Salah Satunya Puputan Margarana
Drama pengusiran penjajah di museum Perumusan Naskah Proklamasi,di Jakarta, Rabu (16/8).

SuaraBali.id - Kedatangan penjajah Belanda ke Bali disebabkan beberapa hal. Antara lain beberapa aturan kerajaan di Bali yang dianggap mengganggu kepentingan dagang Belanda. Lalu penolakan Bali menerima monopoli yang ditawarkan Belanda dan permintaan bantuan dari warga Pulau Lombok yang merasa diperlakukan tak adil oleh penguasanya (dari Bali).

Belanda melakukan intervensi ke Bali dalam rangka "pasifikasi" terhadap seluruh wilayah Kepulauan Nusantara. Dalam proses yang secara tak disengaja justru membangkitkan sentimen nasionalisme Indonesia ini, wilayah-wilayah yang belum ditangani oleh administrasi Batavia, dicoba untuk dikuasai dan disatukan di bawah administrasi.

Dikutip dari BeritaBali.com—jejaring Suara.com—Sabtu (12/8/2021), perlawanan terhadap penjajah pada masa itu merupakan masa perlawanan terhadap kedatangan bangsa Belanda di Bali. Perlawanan-perlawanan ini ditandai dengan meletusnya berbagai perang di Bali.

Antra lain Perang Buleleng (1846), Perang Jagaraga (1848--1849), Perang Kusamba (1849), Perang Banjar (1868), Puputan Badung (1906), dan Puputan Klungkung (1908). Dengan kemenangan Belanda dalam seluruh perang dan jatuhnya Kerajaan Klungkung ke tangan Belanda, berarti secara keseluruhan Bali telah jatuh ke tangan Belanda.

Baca Juga:HUT ke-63, Ini Sejarah Lahirnya Provinsi Bali

Zaman Penjajahan Belanda

Sejak Kerajaan Buleleng jatuh ke tangan Belanda mulailah pemerintah Belanda ikut campur mengurus soal pemerintahan di Bali. Hal ini dilaksanakan dengan mengubah nama raja sebagai penguasa daerah dengan nama "Regent" untuk daerah Buleleng dan Jembrana serta menempatkan P.L. Van Bloemen Waanders sebagai "controleur" yang pertama di Bali.
Struktur pemerintahan di Bali masih berakar pada struktur pemerintahan tradisional, yaitu tetap mengaktifkan kepemimpinan tradisional dalam melaksanakan pemerintahan di daerah-daerah. Untuk di daerah Bali, kedudukan raja merupakan pemegang kekuasaan tertinggi, yang pada waktu pemerintahan kolonial didampingi oleh seorang "controleur".

Di dalam bidang pertanggungjawaban, raja langsung bertanggung jawab kepada Residen Bali dan Lombok yang berkedudukan di Singaraja. Sedangkan untuk Bali Selatan, raja-rajanya betanggung jawab kepada Asisten Residen yang berkedudukan di Denpasar.

Untuk memenuhi kebutuhan tenaga administrasi, pemerintah Belanda membuka sebuah sekolah rendah yang pertama di Bali, yakni di Singaraja (1875) yang dikenal dengan nama Tweede Klasse School.

Pada tahun 1913 dibuka sebuah sekolah dengan nama Erste Inlandsche School dan kemudian disusul dengan sebuah sekolah Belanda dengan nama Hollands Inlandshe School (HIS) yang muridnya kebanyakan berasal dari anak-anak bangsawan dan golongan kaya.

Baca Juga:Geger! Namanya Sama, Jenazah Covid-19 Tertukar di Gianyar Bali

Lahirnya Organisasi Pergerakan

Akibat pengaruh pendidikan yang didapat, para pemuda pelajar dan beberapa orang yang telah mendapatkan pekerjaan di kota Singaraja, berinisiatif untuk mendirikan sebuah perkumpulan dengan nama "Suita Gama Tirta" yang bertujuan untuk memajukan masyarakat Bali dalam dunia ilmu pengetahuan melalui ajaran agama. Sayang perkumpulan ini tidak burumur panjang.

Kemudian beberapa guru yang masih haus dengan pendidikan agama mendirikan sebuah perkumpulan yang diberi nama "Shanti" pada tahun 1923. Perkumpulan ini memiliki sebuah majalah yang bernama "Shanti Adnyana" yang kemudian berubah menjadi "Bali Adnyana".

Pada tahun 1925 di Singaraja juga didirikan sebuah perkumpulan yang diberi nama "Suryakanta" dan memiliki sebuah majalah yang diberi nama "Suryakanta".

Seperti perkumpulan Shanti, Suryakanta menginginkan agar masyarakat Bali mengalami kemajuan dalam bidang pengetahuan dan menghapuskan adat istiadat yang sudah tidak sesuai dengan perkembangan zaman.

Sementara itu, di Karangasem lahir suatu perhimpunan yang bernama "Satya Samudaya Baudanda Bali Lombok" yang anggotanya terdiri atas pegawai negeri dan masyarakat umum dengan tujuan menyimpan dan mengumpulkan uang untuk kepentingan studiefonds.

Zaman Pendudukan Jepang

Setelah melalui beberapa pertempuran, tentara Jepang mendarat di Pantai Sanur pada tanggal 18 dan 19 Februari 1942. Dari Sanur ini tentara Jepang memasuki Kota Denpasar dengan tidak mengalami perlawanan apapun. Kemudian, dari Denpasar inilah Jepang menguasai seluruh Bali.

Mula-mula yang meletakkan dasar kekuasaan Jepang di Bali adalah pasukan Angkatan Darat Jepang (Rikugun). Kemudian, ketika suasana sudah stabil penguasaan pemerintahan diserahkan kepada pemerintahan sipil. Karena selama pendudukan Jepang suasana berada dalam keadaan perang, seluruh kegiatan diarahkan pada kebutuhan perang.

Para pemuda dididik untuk menjadi tentara Pembela Tanah Air (PETA). Untuk daerah Bali, PETA dibentuk pada bulan Januari tahun 1944 yang program dan syarat-syarat pendidikannya disesuaikan dengan PETA di Jawa.

Drama pengusiran penjajah di museum Perumusan Naskah Proklamasi,di Jakarta, Rabu (16/8).
Drama pengusiran penjajah di museum Perumusan Naskah Proklamasi,di Jakarta, Rabu (16/8).

Zaman Kemerdekaan

Menyusul Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, pada tanggal 23 Agustus 1945, Mr. I Gusti Ketut Puja tiba di Bali dengan membawa mandat pengangkatannya sebagai Gubernur Sunda Kecil. Sejak kedatangan beliau inilah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia di Bali mulai disebarluaskan sampai ke desa-desa.

Pada saat itu mulai diadakan persiapan-persiapan untuk mewujudkan susunan pemerintahan di Bali sebagai daerah Sunda Kecil dengan ibu kotanya Singaraja.

Sejak pendaratan NICA di Bali, Bali selalu menjadi arena pertempuran. Dalam pertempuran itu pasukan RI menggunakan sistem gerilya. Karena itu, MBO sebagai induk pasukan selalu berpindah-pindah.

Untuk memperkuat pertahanan di Bali, didatangkan bantuan ALRI dari Jawa yang kemudian menggabungkan diri ke dalam pasukan yang ada di Bali.

Karena seringnya terjadi pertempuran, pihak Belanda pernah mengirim surat kepada pemimpin pasukan pejuang yakni Gusti Ngurah Rai untuk mengadakan perundingan.

Akan tetapi, pihak pejuang Bali tidak bersedia, bahkan terus memperkuat pertahanan dengan mengikutsertakan seluruh rakyat. Untuk memudahkan kontak dengan Jawa, I Gusti Ngurah Rai pernah mengambil siasat untuk memindahkan perhatian Belanda ke bagian timur Pulau Bali.

Drama pengusiran penjajah di museum Perumusan Naskah Proklamasi,di Jakarta, Rabu (16/8).
Drama pengusiran penjajah di museum Perumusan Naskah Proklamasi,di Jakarta, Rabu (16/8).

Pada 28 Mei 1946, Rai mengerahkan pasukannya menuju ke timur dan ini terkenal dengan sebutan "Long March". Selama diadakan "Long March" itu pasukan gerilya sering dihadang oleh tentara Belanda sehingga sering terjadi pertempuran.
Pertempuran yang membawa kemenangan di pihak pejuang ialah pertempuran Tanah Arun, yaitu pertempuran yang terjadi di sebuah desa kecil di lereng Gunung Agung, Kabupaten Karangasem.

Dalam pertempuran Tanah Arun yang terjadi 9 Juli 1946 itu pihak Belanda banyak menjadi korban. Setelah pertempuran itu pasukan Ngurah Rai kembali menuju arah barat yang kemudian sampai di Desa Marga (Tabanan).

Untuk lebih menghemat tenaga karena terbatasnya persenjataan, ada beberapa anggota pasukan terpaksa disuruh berjuang bersama-sama dengan masyarakat.

Puputan Margarana

Pada waktu staf MBO berada di desa Marga, I Gusti Ngurah Rai memerintahkan pasukannya untuk merebut senjata polisi NICA yang ada di Kota Tabanan. Perintah itu dilaksanakan pada 18 November 1946 (malam hari) dan berhasil baik.

Beberapa pucuk senjata beserta pelurunya dapat direbut dan seorang komandan polisi NICA ikut menggabungkan diri kepada pasukan Ngurah Rai. Setelah itu pasukan segera kembali ke Desa Marga.

Pada 20 November 1946 sejak pagi-pagi buta tentara Belanda mulai mengadakan pengurungan terhadap Desa Marga. Kurang lebih pukul 10.00 pagi mulailah terjadi tembak-menembak antara pasukan NICA dengan pasukan Ngurah Rai.

Pada pertempuran yang seru itu pasukan bagian depan Belanda banyak yang mati tertembak. Karena itu, Belanda segera mendatangkan bantuan dari semua tentaranya yang berada di Bali ditambah pesawat pengebom yang didatangkan dari Makassar.

Di dalam pertempuran yang sengit itu semua anggota pasukan Ngurah Rai bertekad tidak akan mundur sampai titik darah penghabisan. Di sinilah pasukan Ngurah Rai mengadakan "Puputan" atau perang habis-habisan di desa Margarana sehingga pasukan yang berjumlah 96 orang itu semuanya gugur, termasuk Ngurah Rai. Sebaliknya, di pihak Belanda ada lebih kurang 400 orang yang tewas.

Untuk mengenang peristiwa tersebut pada tanggal 20 November 1946 dikenal dengan perang Puputan Margarana. Kini pada bekas arena pertempuran itu didirikan Tugu Pahlawan Taman Pujaan Bangsa.

I Gusti Ngurah Rai
I Gusti Ngurah Rai

Konferensi Denpasar

Pada tanggal 7 sampai 24 Desember 1946, Konferensi Denpasar berlangsung di pendopo Bali Hotel. Konferensi itu dibuka oleh Hubertus Johannes van Mook yang bertujuan untuk membentuk Negara Indonesia Timur (NIT) dengan ibu kota Makassar (Ujung Pandang).

Dengan terbentuknya Negara Indonesia Timur itu susunan pemerintahan di Bali dihidupkan kembali seperti pada zaman raja-raja dulu, yaitu pemerintahan dipegang oleh raja yang dibantu oleh patih, punggawa, perbekel, dan pemerintahan yang paling bawah adalah kelian. Di samping itu, masih ada lagi suatu dewan yang berkedudukan di atas raja, yaitu dewan raja-raja.

Penyerahan Kedaulatan

Agresi Militer I terhadap pasukan pemeritahan Republik Indonesia yang berkedudukan di Yogyakarta, dilancarkan Belanda pada tanggal 21 Juli 1947. Belanda melancarkan lagi agresinya yang kedua 18 Desember 1948. Pada masa Agresi Militer II itu di Bali terus-menerus diusahakan berdirinya badan-badan perjuangan bersifat gerilya yang lebih efektif.

Sehubungan dengan hal itu, pada Juli 1948 dapat dibentuk organisasi perjuangan dengan nama Gerakan Rakyat Indonesia Merdeka (GRIM). Selanjutnya, tanggal 27 November 1949, GRIM menggabungkan diri dengan organisasi perjuangan lainnya dengan nama Lanjutan Perjuangan. Nama itu kemudian diubah lagi menjadi Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) Sunda Kecil.

Sementara itu, Konferensi Meja Bundar (KMB) mengenai persetujuan tentang pembentukan Uni Indonesia-Belanda dimulai sejak akhir Agustus 1949. Akhirnya, 27 Desember 1949 Belanda mengakui kedaulatan RIS. Selanjutnya, pada tanggal 17 Agustus 1950, RIS diubah menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak