SuaraBali.id - Ada 10 dosa suami ke istri bisa bikin masuk neraka. Kesepuluhan hal ini adalah hal yang sebaiknya tidak dilakukan dalam rumah tangga.
Sebab suami istri diwajibkan untuk saling menjaga, bukan hanya menjaga dari urusan dunia, melainkan juga akhirat.
Dilansir Telisik.id (jaringan Suara.com) berikut 10 dosa suami ke istri:
1. Tidak mengajar ilmu agama pada istri
Baca Juga:Dosa Pelaku Bunuh Diri dalam Islam dan Hadits, Apakah Akan Kekal di Neraka?
Suami yang ahli dalam pekerjaannya, memberikan uang belanja, dan memenuhi berbagai kebutuhan istri mungkin banyak. Namun berapa banyak pasangan yang mengajar ilmu agama pada istri dan anak-anaknya?
Padahal, hal itu sudah menjadi kewajiban suami. Yakni wajib untuk menjauhkan diri dan keluarga yang dipimpinnya dari pedihnya azab kubur dan siksa api neraka.
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan melakukan apa yang diperintakan,” (QS. At-Tahrim: 6).
2. Tidak cemburu dengan istri
Cemburu yang pada kadarnya bisa menjadi tanda cinta. Sehingga jika pasangan tidak pernah merasa cemburu dengan istri bisa dipertanyakan rasa cintanya. Apalagi jika istri jalan-jalan ke luar rumah, ke sana-ke mari dengan lelaki lain, tapi pasangan tidak merasa cemburu.
Baca Juga:Habib Reza Ancam Pemaksa HRS ke Neraka, Eko Kuntadhi: Satpam Pintu Neraka
Ini adalah salah satu kesalahan besar yang dilakukan oleh suami.
“Tiga golongan yang Allah tidak akan melihat mereka pada hari kiamat yaitu seseorang yang durhaka kepada kedua orang tuanya, wanita yang menyerupai lelaki dan ad-Dayyuts,” (HR An-Nasa'i 'hasan' oleh syeikh Albani, lihat ash-Shahihah: 674).
Dan ad-Dayyuts (dayus) adalah lelaki yang tidak memiliki kecemburuan terhadap keluarga atau istrinya.
3. Tidak memberi nafkah pada istri
Sudah banyak contoh para suami yang tidak memberikan nafkah sama sekali kepada istrinya. Hal ini merupakan dosa besar bagi seorang suami.
Sebab memberikan nafkah adalah tanggung jawab utama bagi seorang suami. Bayangkan saja jika seorang wanita yang telah rela meninggalkan kedua orang tuanya untuk hidup mengabdi pada suami, bahkan rela mengandung anak dan melahirkannya untuk si suami, namun diabaikan dan tak diperhatikan.
Hal ini sebagaimana hadist Rasulullah yang berbunyi:
”Rasulullah bersabda, seseorang cukup dipandang berdosa bila ia menelantarkan belanja orang yang menjadi tanggung jawabnya,” (HR.Abu Dawud no.1442 CD, Muslim, Ahmad, dan Thabarani).
4. Membiarkan istri menafkahi suami dan memimpin suami
Ada suami yang hidup dengan ditanggung isterinya yang bekerja siang-malam. Padahal si suami tidak punya alasan atau udzur syar’i yang membolehkannya untuk tidak bekerja.
Hal ini sama saja dengan tidak menunaikan kewajibannya kepada istri. Selain itu, suami diberikan kedudukan oleh Allah sebagai pemimpin keluarga, sebagaimana firman Allah yang berbunyi:
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita. Hal ini karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.” (QS. An-Nisa’ [4]: 34)
5. Membenci istri
Istri adalah partner hidup seorang suami. Dengannya suami akan mengarungi perjalanan hidup yang panjang. Jika suami membenci istrinya, bukan tak mungkin mereka akan menghadapi kegagalan.
Karena teman hidupnya tak lagi mendapatkan kepercayaan. Sehingga akan merusaak hubungan itu sendiri.
Rasulullah telah mengingatkan kepada suami untuk tak membenci istrinya, apalagi jika istri adalah seorang yang beriman, sebagaimana bunyi hadis berikut:
“Janganlah seorang suami yang beriman membenci istrinya yang beriman. Jika dia tidak menyukai satu akhlak darinya, dia pasti meridhai akhlak lain darinya,” (H.R. Muslim).
6. Enggan membantu istri melakukan pekerjaan rumah
Tidak sedikit suami yang enggan membantu pekerjaan di rumah, karena merasa sudah lelah bekerja. Selain itu, biasanya mereka berpandangan bahwa istri-lah yang menanggung beban pekerjaan rumah.
Padahal Rasulullah memberi teladan dengan giat membantu istrinya dalam persoalan rumah sekalipun.
“Beliau (Rasulullah) membantu pekerjaan istrinya dan jika datang waktu salat, maka beliau pun keluar untuk salat,” (H.R. Bukhari).
7. Menyebarkan aib istri terutama tentang hubungan jimak
Terkadang dalam berjimak, suami ada ketidakpuasan atau tidak cocok dengan istri. Ataupun bisa juga suami membeberkan tentang kondisi sang istri saat berhubungan kepada orang lain. Maka jika mengalami dan menemui hal itu, jangan sekali-kali membicarakannya dengan orang lain.
“Sesungguhnya di antara orang yang paling buruk kedudukannya di sisi Allah pada hari kiamat adalah seseorang yang menggauli istrinya dan istrinya menggaulinya kemudian dia menyebarkan rahasia-rahsia istrinya,” (H.R. Muslim).
8. Berpoligami tanpa mengindahkan aturan dan ketentuan syariat
Syarat penting bagi suami jika ingin melakukan poligami adalah bersikap adil terhadap setiap istrinya. Bahkan Allah SWT memperingatkan kepada suami, jika memang takut tak bisa berlaku adil maka cukup nikahi seorang saja.
“Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinlah) seorang saja,” (Q.S An-Nisa: 3).
9. Ringan tangan kepada istri
Ringan tangan yang dimaksud adalah mudah memukul dan menyakiti fisik istri. Jika ada perselisihan seringkali menyelesaikannya dengan kekerasan. Hal ini sangat dibenci oleh Allah SWT.
“Hendaklah engkau memberinya makan jika engkau makan, memberinya pakaian jika engkau berpakaian, tidak memukul wajah, tidak menjelek-jelekkannya…” (H.R. Ibnu Majah disahihkan oleh Syeikh Albani).
10. Bersikap baik pada orang lain, tapi bersikap buruk pada istri
Jika dengan istri gampang mengeluarkan kata-kata kasar dan memukul. Sedangkan kepada orang lain sangat menghargai, berucap dengan kata-kata lembut dan perhatian.
Hal itu bertentangan dengan hadis berikut ini:
“Mukmin yang paling sempurna adalah yang paling baik akhlaknya. Dan sebaik–baik kalian adalah yang paling baik tehadap istri-istrinya,” (H.R. at-Tirmidzi, disahihkan oleh Syeikh Albani).