Eviera Paramita Sandi
Jum'at, 15 Agustus 2025 | 18:51 WIB
Ilustrasi gedung hotel [Istimewa]

Dijelaskannya, di hotel miliknya hanya ada 46 kamar. Meski ada fasilitas TV di setiap kamar tapi jarang dinyalakan oleh para tamu.

Pasalnya, tamu yang datang hanya untuk istirahat. 

“Pemutaran music di area hotel juga tidak ada. Paling tidak mendengarkan lagu di ruang kerja itu pun sholawatan. Ini hotel kecil juga, masa mau dikenakan juga,” katanya.

Pihak LMKN sambungnya, meminta agar pihak hotel membuat pernyataan bahwa tempat penginapan yang dipimpinnya tidak memutar music.

“Saya minta buat sendiri keterangannya tidak ada suara music,” katanya.

Menurutnya, jika LMKN resmi yang ada di pusat ada tata cara berdasarkan prosedur yang harus diterapkan.

Bahkan, penagihan ini sudah banyak dilayangkan ke hotel-hotel di Kota Mataram namun belum ada yang berani berkomentar.

“Saya berani ngomong begini ya karena memang tidak ada music. Saya murni jual kamar kebanyakan non breakfast. Jadi music-musik setiap pagi itu tidak ada. Paling pada ada event tertentu dan itu pun gamelan Sunda itu doang,” tegasnya.

Pelaku perhotelan mempertanyakan royalty yang dibayar akan disalurkan kemana dan ini harus ada kejelasan.

Baca Juga: Hantu Royalti Gentayangan di Hotel Mataram: Tagihan LMKN Membuat Pengusaha Bingung

Selain itu, apakah pihak LMKN tahu lagu yang paling sering diputar oleh para tamu.

“Kalau pihak LMKN tidak transparan, uangnya lari kemana dan sia-sia kita bayar. Detail kita mendengarkan music, music siapa itu tidak ada dan tidak adil di situ pembagian royaltinya,” katanya.

Kontributor Buniamin

Load More