Eviera Paramita Sandi
Kamis, 14 Agustus 2025 | 13:50 WIB
Ilustrasi Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). [Dok. Istimewa]

SuaraBali.id - Di tengah riuhnya protes warga akibat lonjakan drastis Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di berbagai daerah, pemerintah pusat menegaskan bahwa fenomena tersebut adalah murni produk kebijakan dan dinamika di tingkat lokal.

Istana menepis tudingan yang mengaitkan kenaikan pajak tersebut dengan kebijakan efisiensi anggaran yang dicanangkan pemerintah pusat.

Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan (PCO), Hasan Nasbi, secara lugas menyatakan bahwa mengarahkan kesalahan pada pemerintah pusat adalah sebuah kesimpulan yang terburu-buru.

"Kalau mengenai tuduhan bahwa hal-hal yang dilakukan oleh beberapa pemerintah daerah ini terkait dengan kebijakan efisiensi, kami menganggap ini sebuah tanggapan yang prematur," katanya dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (14/8/2025).

Hasan menjelaskan bahwa kebijakan efisiensi anggaran berlaku secara nasional untuk seluruh 500-an kabupaten/kota serta kementerian/lembaga.

Oleh karena itu, tidak logis jika kebijakan yang bersifat menyeluruh ini dijadikan kambing hitam untuk kasus-kasus spesifik yang hanya terjadi di beberapa daerah.

Ia mencontohkan salah satu kasus yang menjadi sorotan.

"Kalau ada kejadian spesifik, seperti di Kabupaten Pati, ini adalah murni dinamika lokal," ujarnya.

Lebih lanjut, ia mengingatkan bahwa kewenangan untuk menetapkan tarif PBB-P2 sepenuhnya berada di tangan pemerintah daerah, melalui kesepakatan antara kepala daerah (bupati/wali kota) dengan DPRD setempat.

Baca Juga: Imbas Efisiensi Anggaran ke Pemprov Bali, PJ Gubernur : Nggak Banyak, Bisa Dicover APBD

Bahkan, menurutnya, beberapa dari kebijakan kenaikan pajak tersebut bukanlah hal baru.

"Beberapa kebijakan tarif PBB bahkan sudah ditetapkan sejak tahun 2023 atau 2024 dan baru diimplementasikan pada 2025," tambah Hasan.

Untuk memberikan perspektif yang lebih jelas, Hasan memaparkan bahwa porsi efisiensi anggaran dari pusat relatif kecil jika dibandingkan dengan total anggaran yang dikelola daerah.

"Satu peristiwa lebih baik dimaknai sebagai dinamika tingkat lokal. Efisiensi dari pusat itu porsinya hanya sekitar 4–5 persen dari total anggaran yang dikelola pemerintah daerah," katanya, menggarisbawahi bahwa dampak pemotongan anggaran pusat tidak signifikan untuk memicu kenaikan pajak seekstrem yang terjadi.

Sebagai informasi, lonjakan tarif PBB-P2 memang terjadi secara masif di beberapa wilayah.

Kabupaten Semarang mencatat kenaikan lebih dari 400%, sementara Kota Cirebon dan Kabupaten Jombang bahkan mencapai 1.000%.

Load More