Scroll untuk membaca artikel
Eviera Paramita Sandi
Selasa, 28 Januari 2025 | 10:46 WIB
Pemilik UMKM rumahan saat produksi kue teratai buat Tahun Baru Imlek 2576, di Denpasar, Bali, Senin (27/1/2025). [ANTARA/Ni Putu Putri Muliantari]

SuaraBali.id - Menjelang Imlek, Usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di Bali yang memproduksi kue teratai bagi warga etnis Tionghoa sibuk produksi.

Hal ini dialami oleh UMKM kue Terarai milik Ni Wayan Raba, di Denpasar, Senin (28/1/2025).

Menurutnya sebanyak 40 kilogram (kg) tepung sebagai bahan utama telah digunakan untuk membuat ratusan kemasan kue.

“Ini sudah hampir 40 kg, tapi masih proses lagi, yang pesan paling banyak kemarin dan hari ini, tidak tahu kalau besok karena besok sudah Imlek, mungkin buat tapi tidak terlalu banyak,” ujarnya.

Baca Juga: Lebih dari Separuh Wisman ke Bali Tak Bayar Pungutan Rp 150 Ribu

Perempuan asli Bali ini sejak 20 tahun lalu memproduksi kue Teratai yang sudah memberinya berkah. Bahkan dalam sehari, ia dan satu orang saudarinya mampu mengadon bahan hingga lima kali.

Ia berujar bahwa satu adonan bisa untuk membuat lebih dari 130 potong kue atau 13 bungkus jika sudah dikemas berbentuk teratai, dengan satu bungkusnya dijual Rp20.000 ke toko besar dan dijual Rp25.000 oleh toko ke masyarakat.

Wayan Raba mengaku tak sulit untuk memproduksi kue teratai, hanya membutuhkan bahan tepung terigu, mentega, gula, air, dan isian rasa seperti kacang hijau, pandan, dan kacang hitam lalu proses pembuatannya mirip dengan bakpao namun dibutuhkan ketelatenan dalam membentuk kue.

Semua proses dilakukan di rumah secara manual, sempat ingin menggunakan alat praktis dalam pemberian warna merah di ujung kue, tetapi karena cukup rumit akhirnya mereka berdua kembali melakukan dengan teknik manual.

Warga etnis Tionghoa di Bali biasanya menggunakan kue teratai sebagai persembahan di puncak persembahyangan Tahun Baru Imlek, setelah itu kue akan dikonsumsi bersama keluarga.

Baca Juga: Jelang Pelantikan PJ Gubernur Bali Kemasi Barang Pribadi dari Rumah Jabatan

Kue teratai dapat dikonsumsi langsung, tapi umumnya warga keturunan China di Bali mengukus atau menggoreng lagi sesuai selera sebelum dikonsumsi dengan batas kedaluwarsa 3 hari. (ANTARA)

Load More