Scroll untuk membaca artikel
Eviera Paramita Sandi
Sabtu, 28 Januari 2023 | 14:32 WIB
Wayan Darma, Perajin Arak Salak saat ditemui di kediamannya di Denpasar, Bali, Jumat (27/1/2023) [suara.com / Putu Yonata Udawananda]

SuaraBali.id - Perayaan Hari Arak Bali pada Minggu (29/1/2023) besok memang meninggalkan banyak pro-kontra bagi khalayak. Namun, tak sedikit yang akan menjadikan hari tersebut menjadi spesial, salah satunya bagi seorang perajin arak, Wayan Darma.

Wayan Darma (50) baru berkecimpung di dunia pembuatan arak sejak tahun 2017 lalu. Berbekal pengalaman memiliki usaha olahan pangan salak sebelumnya, dia memulai meracik arak berbahan dasar salak.

Dengan keyakinannya, dia kukuh untuk membuat arak dari salak untuk menjadi pembeda dari arak lainnya.

“Tahun 2017 saya baru mencoba untuk bikin arak kecil-kecilan dengan memakai buah salak. Dari awal sudah pakai salak, karena kita harus punya ciri khas,” ujarnya saat ditemui di kediamannya, Jumat (27/1/2023).

Baca Juga: Hari Arak Jangan Diartikan Sebagai Pesta Minum-minum

Perjalanan pria asal Desa Sibetan, Karangasem itu sejatinya penuh lika-liku. Setelah melalui tahap percobaan dan berjualan di lingkungannya, Darma yang saat itu juga bekerja sebagai manajer akuntan sempat mengalami masalah penggumpalan darah di otak yang memaksanya berobat rutin.

Titik harapan bagi usahanya baru muncul pada tahun 2019, saat dia mengetahui rancangan peraturan gubernur tentang tata kelola minuman fermentasi dan destilasi khas Bali.

Saat itu, Darma bersemangat untuk mendaftarkan merek bagi arak salaknya saat pergub itu disahkan.

Benar saja, sebulan pasca Peraturan Gubernur Bali no. 1 tahun 2020 itu disahkan, dia langsung melegalkan produk arak salaknya yang diberi merek Selaka Ning. Setelahnya, Darma berhenti dari pekerjaannya sebagai manajer akuntan dan fokus dengan usaha araknya.

Dengan peringatan Hari Arak Bali ini setelah usahanya semakin berkembang, Darma bisa menilai jika arak bisa memiliki nilai ekonomi yang tinggi.

Baca Juga: Pembangunan KEK Sanur Diharapkan Tak Melupakan Warga Sanur Sendiri

Dengan potensi yang besar, perayaan Hari Arak ini dia harapkan bisa menjadi pengingat bagi generasi muda untuk melihat potensi dari pengusaha minuman fermentasi ini.

Pasalnya, dia mengkhawatirkan generasi muda Bali yang rela meninggalkan kampung halamannya dan tidak berniat untuk memulai atau mewarisi industri minuman alkohol yang mungkin dimiliki keluarganya.

“Ini secara ekonomis untuk pemberdayaan ekonomi ini hasilnya lebih besar dari salak itu sendiri. Sekarang, kalau tidak ada peringatan ini, siapa yang akan mau jadi petani tuak? Semua anak muda akan lari ke kota cari pekerjaan. Itulah tujuannya, untuk membuka mata kita kalau nilai ekonomis ini tinggi,” tuturnya.

Hampir tiga tahun sejak dilegalkan, Darma mencatat pada tahun 2022 dia berhasil menjual sekitar 2.500 botol arak dengan nilai penjualan yang mencapai Rp500 juta.

Darma bahkan sudah memiliki satu lagi merek arak lontar yang dia beri nama Pamlawa. Araknya kini sudah dipasarkan ke berbagai retail dan digunakan di beragam hotel, restoran, dan bar.

Darma juga mengingatkan bahwa memuliakan arak tidak hanya dengan cara mabuk. Baginya, arak adalah tradisi dan warisan budaya yang harus dinikmati dan diapresiasi.

“Itu kan sebenarnya memuliakan leluhur kita yang punya tradisi untuk membuat arak.Itu bagus, karena kita memuliakan hasil jerih payah leluhur kita. Apalagi ini warisan yang sangat bagus, jadi siapa yang akan mengingat kalau bukan kita,” imbuhnya.

Lebih Suka Arak Bali daripada Whiskey

Sementara itu, Kevin Darmono (24) merupakan penggemar minuman alkohol termasuk arak. Dia sudah menyicipi beragam jenis arak meliputi arak dari jaka, lontar, kelapa, beras, hingga yang sudah dicampur menjadi cocktail.

Begitu juga dari rentang harga arak yang pernah ia coba dari yang termurah Rp 25 ribu hingga yang paling mahal mencapai Rp150 ribu.

Pria yang tinggal di Denpasar itu mengakui jika arak memiliki sebuah keunggulan dibanding jenis minuman alkohol lainnya. Selain harga yang lebih terjangkau, kelebihan lainnya yakni bahan dasar arak yang bervariasi yang juga bisa membuat penikmat arak mengeksplor perbedaannya.

“Harga lebih terjangkau, lebih banyak variasi dari bahan bakunya, kalau yang lain misal whiskey kan whiskey saja, kalau arak bisa bahan dasarnya beda-beda. Campurannya pun beda-beda, jadi bisa eksplor,” ujarnya saat dihubungi, Sabtu (28/1/2023).

Kevin mengaku lebih nyaman saat ingin beristirahat usai meminum arak. Dia juga merasa pikirannya terasa lebih tenang.

Meski begitu, dia tetap mengaku waswas jika dirinya dicap pemabuk jika sering terlihat minum minuman alkohol.

“Takutnya kalau terlalu terlihat sering minum, jadi stigmanya dianggap pemabuk,” pungkasnya.

Kontributor : Putu Yonata Udawananda

Load More