Scroll untuk membaca artikel
Eviera Paramita Sandi
Selasa, 15 Februari 2022 | 15:11 WIB
Amaq Sibawih saat berada di lahannya di kawasan Sirkuit Mandalika, Selasa (15/2/2022). [Foto : Suara.com/Lalu Muhammad Helmi Akbar]

SuaraBali.id - Pembebasan lahan di Kawasan Sirkuit Mandalika menjadi isu yang selalu hadir dalam hiruk pikuk pembahasan soal Mandalika. Teranyar, potret tiga orang warga yang diunggah akun twitter Repsol Honda ternyata merupakan warga yang hingga kini lahannya belum dibebaskan.

Bahkan, ada indikasi ITDC merampas tanah milik warga. Salah satunya, tanah milik Sibawaih.

Menanggapi hal tersebut, pihak  Pengembangan Pariwisata Indonesia (Persero) atau Indonesia Tourism Development Corporation (ITDC) menyampaikan bahwa lahan yang diklaim oleh Sibawaih sah milik ITDC.

Sebab, lahan tersebut juga diklaim ITDC masuk HPL (Hak Pengelolaan Lahan) ITDC.

Berdasarkan putusan pengadilan dan pencocokan atas hak terbukti bahwa Amaq Semin orang tua Sibawaih tidak memiliki alas hak pada lahan yang diduduki tersebut.

Lahan tersebut merupakan lahan HPL ITDC No. 71, 73 dan HPL 116 yang sah dan berstatus clean and clear dengan didukung putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht).

Hal itu disampaikan Vice President Legal and Risk Management ITDC Yudhistira Setiawan. Menurutnya, berdasarkan dokumen putusan pengadilan dalam perkara Amaq Semin di Pengadilan Negeri Praya telah berkekuatan hukum tetap (inkracht).

Hasil pengukuran ulang pada tanggal 6 November 2020 oleh Kantor Pertanahan (BPN) Lombok Tengah yang disaksikan oleh Sibawaih, Perwakilan Komnas HAM dan ITDC.

Bukti kepemilikan lahan ITDC pada lahan dimaksud berupa sertifikat HPL. Pengadilan telah membuktikan bahwa Amaq Semin selaku orang tua dari Sibahwai tidak memiliki alas hak pada lahan yang diduduki tersebut.

"Berdasarkan catatan pengadilan, Amaq Semin telah kalah dalam sidang perkara lahan tahun 1989-1991 dan 1995-1996. Dalam perkara ini, Amaq Semin berperkara dengan Wirasentana hingga tingkat kasasi di Mahkamah Agung. Kemudian Wirasentana melepaskan hak atas tanah kepada pihak LTDC," ujar Yudisthira pada Selasa, (15/2/2022).

Yudhistira menegaskan berdasarkan bukti tersebut, lahan yang diklaim Sibahwai merupakan bagian dari lahan HPL ITDC No. 71, 73 dan 116 yang sah dan berstatus clean and clear.

Dalam hal masih ada keberatan atas status kepemilikan lahan yang diklaim tersebut maka jalan terbaik adalah dengan menyelesaikan permasalahan tersebut melalui gugatan di Pengadilan Negeri.

Hal ini mengingat bahwa pembuktian dalam permasalahan ini tidaklah sederhana. Jika Sibahwai memiliki bukti-bukti yang dapat mendukung klaimnya, maka forum yang tepat untuk memeriksa bukti-bukti tersebut adalah di pengadilan.

Yudhistira berharap semua pihak dapat menghormati hak hukum ITDC dan keputusan pengadilan yang ada. Pihaknya juga mengimbau semua pihak agar bersikap imparsial.

"Dan menghindari penggunaan framing atau narasi yang insinuatif (menuduh, red) dan seolah-olah menyatakan telah terjadi tindakan melanggar hukum oleh ITDC,” tutup Yudhistira.

Sementara itu, Dosen Hukum Fakultas Hukum Universitas Mataram (Unram) Prof. Dr. Djumardin menyarankan agar sengketa lahan di Mandalika dibawa ke ranah hukum. Poin persoalan, kata Djumardin sesungguhnya bukan antara warga dengan ITDC. Tetapi ada di internal warga itu sendiri.

"Ini persoalan yang banyak ditemukan dalam sengketa lahan di kawasan The Mandalika,” terang Djumardin.

Dalam artian, lahan-lahan tersebut sebenarnya sudah dibebaskan atau dibayar oleh pihak ITDC kepada warga. Tetapi diklaim lagi oleh warga yang mengaku sebagai ahli waris sah dari lahan yang telah dibayar oleh ITDC tersebut.

Untuk itu, ia menyarankan kepada warga yang mengklaim lahan di kawasan The Mandalika agar menuntaskan persoalan di internalnya terlebih dahulu. Dengan menentukan secara hukum siapa sesungguhnya ahli waris lahan tersebut, jika itu masih dalam satu ikatan keluarga.

Atau pemilik yang berhak atas lahan tersebut, jika melibatkan orang lain. Apakah warga yang sudah menjual lahan tersebut ataukah warga yang saat ini mengklaim.

β€œDan, itu hanya bisa dilakukan melalui proses peradilan di Pengadilan Agama (PA),” ungkapnya.

Hal itu penting, untuk memberikan kepastian dihadapan hukum soal siapa yang berhak atas lahan yang diklaim. Kalau sudah ada ketetapan hukum soal ahli waris atau kepemilikan lahan, barulah warga bisa mengajukan gugatan atau klaim kepada ITDC.

Teranyar, pada Rabu (9/2/2022) lalu, Mahkamah Agung (MA) RI mengabulkan upaya Peninjauan Kembali (PK) putusan inkrah Pengadilan Tinggi (PT) Mataram dalam sengketa lahan yang diajukan Umar dengan pihak ITDC.

Lahan yang dipersoalkan tersebut yakni berada di atas bangunan hotel pullman. Kini, hotel pullman terancam dieksekusi.

Kontributor : Lalu Muhammad Helmi Akbar

Load More