- Perceraian artis di 2025 jadi cerminan gelombang perpisahan yang lebih luas di masyarakat Indonesia.
- Penyebab utama adalah konflik dan ekonomi, di tengah pergeseran nilai dan wanita lebih vokal soal hak.
- Rasio perceraian nasional capai 27 per 100 nikah, dengan angka tertinggi berada di Pulau Jawa.
SuaraBali.id - Tahun 2025 menjadi saksi bisu retaknya janji suci yang berakhir perceraian di berbagai lapisan masyarakat.
Ketika nama-nama besar seperti Deddy Corbuzier-Sabrina Chairunnisa, Raisa-Hamish Daud, hingga Baim Wong-Paula Verhoeven menghiasi berita perceraian artos, publik seolah diingatkan bahwa fenomena ini jauh dari sekadar gosip.
Kisah mereka hanyalah puncak gunung es dari gelombang besar yang tengah mengubah lanskap sosial dan keluarga di Indonesia.
Di balik sorotan kamera, alasan perpisahan para figur publik ini menggemakan masalah yang lebih dalam dan relevan bagi masyarakat luas.
Baca Juga:Jeon Hyebin Kecolongan di Bali: Kartu Kredit Dibobol Rp177 Juta, Kedubes Korea Buka Suara
Apa yang terjadi di panggung hiburan ternyata merupakan cerminan dari realitas yang dihadapi jutaan rumah tangga: pergeseran nilai, tekanan ekonomi, dan redefinisi makna kebahagiaan.
Secara nasional, dua monster utama yang menggerogoti fondasi rumah tangga adalah "perselisihan terus-menerus" (63%) dan "masalah ekonomi" (25%).
Tekanan finansial pascapandemi, ditambah dengan biaya hidup yang terus meroket, menjadi katalisator yang mempercepat keretakan.
Namun, yang lebih menarik adalah bagaimana masyarakat, terutama perempuan, kini lebih berani menyuarakan hak atas kesehatan mental dan emosional.
Perceraian tidak lagi dilihat sebagai aib mutlak, melainkan sebagai jalan keluar dari hubungan yang tidak lagi sehat—sebuah pergeseran paradigma yang signifikan.
Baca Juga:Banyak Yang Tak Tahu, Fakta di Balik Perceraian Pratama Arhan Dan Azizah Sejak 4 Bulan Lalu
Data pun berbicara dengan gamblang. Dengan rasio 27 dari setiap 100 pernikahan berakhir dengan perceraian, angka ini bukan lagi sekadar statistik dingin, melainkan sebuah penanda zaman.
Pulau Jawa, dengan Jawa Barat (88.985 kasus), Jawa Timur (79.293 kasus), dan Jawa Tengah (64.937 kasus) sebagai episentrumnya, menunjukkan bahwa modernisasi dan tantangan urban turut memberi andil besar.