SuaraBali.id - Di saat pemerintah di Karangasem, Bali telah menggratiskan layanan Pengujian Berkala Kendaraan Bermotor (KIR), mayoritas pemilik angkutan barang dan penumpang justru memilih untuk mangkir.
Akibatnya, ribuan kendaraan yang menjadi tulang punggung transportasi dan ekonomi berpotensi menjadi ancaman keselamatan bagi pengguna jalan lainnya.
Kewajiban uji KIR, yang esensial untuk memastikan kelayakan teknis dan standar keselamatan kendaraan niaga, seolah menjadi angin lalu.
Padahal, kebijakan penghapusan biaya retribusi ini dimaksudkan untuk meringankan beban pemilik kendaraan dan mendorong tingkat kepatuhan.
Baca Juga:Direktur Mie Gacoan Bali Jadi Tersangka: Diduga Langgar Hak Cipta Musik Royalti Miliaran
Namun, realitas di lapangan berbicara sebaliknya.
Kepala Dinas Perhubungan Karangasem, Tjokorda Surya Dharma, mengungkapkan kekecewaannya terhadap rendahnya kesadaran para pemilik kendaraan.
Ia menegaskan bahwa kemudahan yang diberikan pemerintah pusat sama sekali tidak disambut baik.
"Uji KIR wajib setiap 6 bulan, sekarang geratis dengan adanya UU 1 tahun 2022. Per 1 Januari 2024 sudah efektif berlaku, tapi sayangnya kendaraan yang melakukan uji KIR sangat sedikit," jelas Surya Dharma dikonfirmasi beritabali.com – jaringan suara.com, Selasa (22/7/2025).
Diduga akar masalahnya bukan pada biaya, melainkan pada ketidakjujuran.
Baca Juga:Merasa Kedinginan di Bali? Ini Sebabnya
Pihak Dishub menduga sistem pengujian baru yang lebih ketat menjadi momok bagi pemilik kendaraan yang "nakal".
Sistem digital saat ini mengharuskan foto kendaraan diunggah langsung ke pusat data.
Sistem canggih ini secara otomatis akan mendeteksi setiap modifikasi atau komponen yang tidak sesuai standar.
Kecurigaan ini bukan tanpa dasar.
Surya Dharma tak menampik bahwa banyak kendaraan angkutan barang di wilayahnya yang sengaja dimodifikasi secara ilegal.
Praktik umum seperti mengubah dimensi bak truk agar dapat mengangkut muatan berlebih (over dimensi) membuat kendaraan tersebut mustahil lolos uji KIR yang sesuai aturan.