SuaraBali.id - Surat Edaran (SE) Gubernur Bali I Wayan Koster Nomor 9 Tahun 2025 tentang Gerakan Bali Bersih Sampah yang melarang penggunaan plastik sekali pakai masih menuai kontroversi.
Terutama untuk pedagang di Pasar Tradisional Badung, Denpasar yang saat ini masih banyak menggunakan kemasan plastik.
Para pedagang yang berjualan di pasar tradisional Badung, Denpasar, Bali, mengeluhkan kebijakan yang dinilai menghambat aktivitas mereka untuk berjualan.
Salah satu pedagang rempah di Pasar Badung, Sindy mengaku bingung menyikapi kebijakan Gubernur Bali terkait penggunaan kantong kresek tersebut.
Baca Juga:Staf Vendor Diskominfo Badung Ditemukan Meninggal Setelah Terbangkan Drone
“Kalau tidak diplastiki, pakai apa untuk bungkus barang-barang dagangan saya. Apalagi saya jualan rempah-rempah seperti merica, cengkeh yang bentuknya serbuk,” ujarnya, Minggu (25/5/2026).
Ia pun mengaku pesimis aturan larangan plastik sekali pakai tersebut bisa ditegakkan.
“Dulu juga kan pernah dilarang menggunakan kresek dan diganti dengan kantong plastik lain yang harganya lebih mahal. Awalnya, ada yang menjualnya kepada kami para pedagang. Tapi, lama-lama mereka tidak datang lagi, dan akhirnya kami kembali lagi menggunakan plastik kresek. Artinya, plastik sekali pakai itu masih sangat dibutuhkan para pedagang seperti kami,” lanjutnya.
![Pedagang di Pasar Badung, Bali [Istimewa]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/05/26/22421-pasar-badung.jpg)
Serupa dengan Sindy, pedagang lainnya Murci yang berjualan bumbu dapur seperti cabai dan bawang mengatakan kesulitan untuk berjualan kalau tidak ada wadah plastik sekali pakai ini.
“Kalau tidak ada plastik bagaimana bisa jualan? Apalagi kalau pembelinya mau beli yang seperempat kilogram saja. Bisa-bisa kita dikira pelit dan mereka tidak jadi membelinya. Kalau seperti itu kita kan rugi jadinya,” tuturnya.
Baca Juga:Apa Kata Sandiaga Uno Tentang Villa Tak Berizin yang Marak di Bali Kini?
Tak berbeda dengan pedagang ayam potong di Pasar Badung, Rian yang mengaku bingung berjualan bila tak menggunakan kemasan plastik.
“Para pembeli jelas tidak mau membelinya kalau tidak menggunakan kresek. Kami sih senang-senang saja kalau pembelinya mau tidak pakai kresek. Tapi, pembelinya kan tidak ada yang mau. Malah mereka sering minta di dobel kreseknya agar tidak basah,” ungkapnya.
Sementara itu pedagang daging sapi lainnya, Wayan Jawo menagih solusi pengganti kemasan plastik seperti halnya kantong kresek.
“Kami mau tahu solusinya apa buat kami para pedagang jika kantong kresek itu dilarang,” tukasnya.
Para pedagang di Pasar Badung ini juga mengakui bahwa mereka sama sekali belum mendapat solusi dari Pemprov Bali mengenai pengganti kantong kresek ini.
Para pedagang ini berharap kantong pengganti kresek itu nantinya tidak mahal dan mudah didapat.
Pengelola Pasar Diminta Mengawasi
Sebagaimana diketahui Gubernur Koster telah menerbitkan dua regulasi penting, yakni Peraturan Gubernur Bali Nomor 97 Tahun 2018 tentang Pembatasan Timbulan Sampah Plastik Sekali Pakai, dan Peraturan Gubernur Bali Nomor 47 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Sampah Berbasis Sumber.
Koster juga meminta pasar tradisional di Bali diminta untuk menyetop penggunaan kantong plastik sekali pakai saat berjualan.
Hal itu merupakan salah satu poin dalam Surat Edaran (SE) Gubernur Bali nomor 9 tahun 2025 tentang Gerakan Bali Bersih Sampah.
Koster meminta Pengelola Pasar Desa untuk menerapkan aturan tersebut.
Koster juga mewajibkan setiap pasar agar memiliki unit pengelola sampah sendiri yang bertugas untuk melakukan pengelolaan sampah tersebut.
“Pengelola pasar mengawasi dan melarang pedagang menyediakan kantong plastik atau kresek,” tulis poin dalam Surat Edaran tersebut.
Selain itu, Koster meminta pengelola pasar untuk menyiapkan alternatif kantong plastik dalam proses jual beli di pasar tradisional.
Mereka diminta untuk memikirkan dan juga menyediakan solusi pengganti tas kresek yang dinilai masih banyak dipakai di pasar tradisional.
Koster memberi perbandingan ketika belum adanya kantong plastik seperti saat ini, proses jual beli di pasar tradisional berjalan normal.
“Masing-masing harus menyediakan yang ramah lingkungan. Zaman dulu nggak ada tas kresek jualan ikan jalan terus, nggak ada yang sulit,” ujar Koster saat konferensi pers di Rumah Jabatan Jayasabha, Denpasar, Minggu (6/4/2025).
“Pemprov tidak bertugas menyediakan (pengganti kantong plastik), yang menyediakan itu pasar, pengusaha,” imbuhnya.
Koster menilai jika sudah banyak desa adat yang mampu untuk menerapkan peraturan soal pengolahan sampah tersebut.
Ia juga menekankan untuk memperketat penggunaan tas kresek yang masih banyak digunakan di pasar tradisional.
“Sebenarnya sudah 290 desa melaksanakan pengelolaan sampah berbasis sumber meskipun tidak semuanya berjalan optimal tapi semuanya sudah mulai,” paparnya.
“Yang belum sukses kaitannya penggunaan plastik sekali pakai adalah di pasar-pasar tradisional, masih sangat marak terutama tas kresek, jadi ini akan kita perkuat,” imbuh Koster.
Meski sudah diterbitkan, Koster memberi tenggat waktu pelaksanaan pengolahan sampah dan pembatasan tas kresek itu pada 1 Januari 2026 mendatang.
Sementara itu, Sekretaris Daerah Provinsi Bali, Dewa Made Indra, menyampaikan bahwa persoalan sampah merupakan tanggung jawab bersama yang perlu segera diatasi.
“Kedua kebijakan itu sangat bagus karena berangkat dari persoalan nyata yang dihadapi Bali, untuk mengatasi permasalahan sampah langsung dari akar persoalannya,” tegasnya.