Seabad Walter Spies di Bali: Pameran ROOTS Singgung Masa Depan Pulau Dewata

Pameran seni "ROOTS: One Hundred Years of Walter Spies in Bali" dibuka di Museum ARMA, Ubud. Menampilkan karya seni, tari, musik, dan film yang merefleksikan peran Spies dan masa depan Bali.

Eviera Paramita Sandi
Minggu, 25 Mei 2025 | 19:38 WIB
Seabad Walter Spies di Bali: Pameran ROOTS Singgung Masa Depan Pulau Dewata
Suasana pembukaan pameran ROOTS dengan menghadirkan kltari kecak sebagai bagian dari ingatan sejarah mengenang Walter Spies [Agung Parameswara]

SuaraBali.id - Pameran seni ROOTS bertajuk One Hundred Years of Walter Spies in Bali telah resmi dibuka dengan ditandai pemukulan gong oleh sang penggagas sekaligus tokoh penting di balik pameran ini, Michael Schindhelm Sabtu 24 Mei 2025 malam, di Museum ARMA Ubud.

Pembukaan pameran seni ini dimeriahkan dengan penampilan maestro penari dan koreografer Wayan Dibia yang berjudul 'Tuan Tepis', yang seakan menghidupkan kembali tokoh pembaharu seni Walter Spies.

Wayan Dibia yang merupakan guru besar ISI Bali sekaligus murid terakhir Limbak sangat menjiwai sosok Walter Spies dengan topeng kreasi yang diciptakannya. 

Untuk memahami peran Walter Spies seabad silam, disajikan tari kecak yang berkolaborasi dengan band Amplytherapy, yang seolah berdialog memperbincangkan masa lalu dan masa kini Pulau Bali.

Baca Juga:Apa Kata Sandiaga Uno Tentang Villa Tak Berizin yang Marak di Bali Kini?

Seperti diketahui, kecak merupakan sebuah warisan hasil kreasi Walter Spies dan penari Wayan Limbak yang sampai saat ini tetap eksis  menghibur wisatawan yang mengunjungi Bali.

Seusai seremoni pembukaan, para pengunjung diantarkan puluhan penari kecak memasuki ruang pameran.

Begitu pintu dibuka tersaji sejumlah karya seni yang terbagi dalam sejumlah ruang subtema yang menghadirkan lukisan, poster, dan instalasi karya Made Bayak dan Gus Dark, serta ruang khusus untuk karya film dokumenter Micahel Schindhelm.

Pameran yang menghadirkan refleksi perjalanan seabad Walter Spies di Bali ini menjadi tema besar ROOTS yang mempertanyakan masa depan Pulau Dewata.

Film dokumenter-fiksi karya Michael Schindhelm seolah ingin mengungkap bahwa di balik ketenaran Bali yang turut dipopulerkan Walter Spies tenyata menyimpan berbagai persoalan seperti degradasi sosial, budaya, dan lingkungan akibat pariwisata massal yang tak terkendali.

Baca Juga:Sering Diadukan Warga, Ternyata Agen LPG di Buleleng Ini Tak Pakai Karet Segel

Persoalan itu ditangkap dan direspons oleh seniman Made Bayak dan Gus Dark.

Kedua seniman Bali yang sangat aktif dalam dunia pergerakan dalam menyuarakan  penyelamatan Pulau Bali, dengan penuh leluasa memahami dan merespons dalam sejumlah karya rupa dan poster penyadaran.

Pameran yang menggunakan salah satu ruang pamer Museum ARMA di bagian utara dirombak secara total mengikuti alur pameran yang terdiri lima ruang dan dua ruang gelap untuk pemutaran film.

Kelima ruangan itu adalah paradise created, journey of the soul, over mass tourism/family art, living room 1965 dan water religion. 

Michael Schindhelm memberikan apresiasi  luar biasa atas terselenggaranya pameran ROOTS yang merupakan rangkaian kegiatan serupa yang digelar di Basel, Swiss pada 2024 lalu.

"Saya bangga karena pameran yang melibatkan banyak seniman rupa, tari, musik dan sastra ini bisa dihadirkan di Bali dan mendapat dukungan berbagai pihak," kata Michael Schindhelm yang juga seorang penulis, sutradara, dan kurator.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

Terkini