Terungkap di Persidangan, Bendesa Adat Berawa Ngaku Galau Karena Rp 10 Miliar Belum Cair

Dalam dakwaan kasus pemerasan yang dilakukan Riana dijabarkan bagaimana kronologi dugaan pemerasan yang dilakukannya.

Eviera Paramita Sandi
Kamis, 30 Mei 2024 | 19:09 WIB
Terungkap di Persidangan, Bendesa Adat Berawa Ngaku Galau Karena Rp 10 Miliar Belum Cair
KR saat terkena OTT di Denpasar, Kamis (2/5/2024) [Istimewa]

SuaraBali.id - Kasus dugaan pemerasan yang dilakukan mantan Bendesa Adat Berawa, I Ketut Riana bergulir di persidangan dengan agenda pembacaan dakwaan. I Ketut Riana yang terjaring dalam operasi tangkap tangan (OTT) pun sudah mengajukan gugatan praperadilan.

Dalam dakwaan kasus pemerasan yang dilakukan Riana dijabarkan bagaimana kronologi dugaan pemerasan yang dilakukannya. Bahkan beberapa percakapan terdakwa dijadikan bukti dalam persidangan yang dilakukan di Pengadilan Tipikor PN Denpasar di Renon, Kamis (30/05).

Terdakwa berusia 54 tahun itu duduk di kursi pesakitan mendengarkan pembacaan dakwaan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) I Nengah Astawa dihadapan majelis hakim yang diketuai Gede Putra Astawa.

Tertulis dalam dakwaan, terdakwa meminta uang kepada perwakilan dari perusahaan yang bakal membangun proyek di wilayah Desa Adat Berawa, Badung. Sesaat sebelum penangkapan, I Ketut Riana mengirimkan nomer rekening pribadi kepada perwakilan perusahaan.

Baca Juga:Bendesa Adat Berawa Terjaring OTT di Cafe Bersama Uang Segepok dari Investor

Nantinya, uang Rp10 miliar yang diminta untuk dikirim ke rekening pribadi terdakwa.

"Terdakwa terus mendesak maka pada tanggal 1 Mei 2024, perwakilan perusahaan saksi Andianto Nahak T Moruk menghubungi terdakwa via pesan whatsapp dan hanya menanyakan kabar," tulis dalam dakwaan sebagaimana diwartakan beritabali.com – jaringan suara.com.

Selanjutnya oleh terdakwa dijawab; “Kabar saya galau, kepikiran kapan ya cair yang 10 M dan the Magnum supaya segera kita semua tenang,” demikian bunyi chat tersebut seperti yang tertulis dari dakwaan.

Kemudian saksi perwakilan dari perusahaan Andianto Nahak T Moruk menjawab.

"Saya ada seratus juta, apakah itu dulu atau tunggu cair semua” dan terdakwa menjawab. “Saya mau aja pak, cuman kapan kira-kira cair yang 10 M nya?” kembali Ketut bertanya.

Baca Juga:Sopir Taksi Viral Pemeras WNA di Bali Berhasil Ditangkap saat Hendak Kabur ke Luar Kota

Kemudian saksi Andianto Nahak T Moruk menjawab lagi.

“10 M sudah sampaikan ke legal tapi semua masih dikendali pak Budi, saya juga tidak enak dengan bapak, kalau bapak mau ambil 100 juta dulu boleh, tapi kalau mau tunggu yang 10 M silahkan, saya serba salah”.

Selang beberapa menit ia kembali menjawab. “Nggih pak Andi, besok sore bisa kita ketemu,” Pertemuan kemudian digelar pada Kamis 2 Mei 2024 sekira pukul 15.15 WITA.

Terdakwa menemui saksi Andianto Nahak T Moruk di Caffe Casa Bunga / Casa Eatery di Renon, dimana pada saat itu saksi Andianto Nahak T Moruk sudah membawa uang Rp100 Juta yang dimasukkan dalam tas kain warna kuning.

Saksi menyerahkan uang tersebut kepada terdakwa, dan menerima tas berisi uang tersebut dan menaruhnya di kursi sebelah kiri terdakwa. Saat itu terdakwa tetap menanyakan kepada Andianto Nahak T Moruk.

“Terus yang 10 M nya kapan” dan saksi Andianto Nahak T Moruk menjawab “Nanti, sabar, saya harus koordinasi lagi," jelasnya.

Tidak berselang lama setelah itu Ketut digerebek oleh petugas Kejaksaan Tinggi Bali.

Seperti diketahui, kasus ini bermula dari perusahaan yang akan mendirikan apartemen dan resort di kawasan Berawa Badung. Saat itu terdakwa selaku bendesa adat kemudian meminta uang Rp10 miliar sebagai syarat agar perizinan di daerahnya berjalan lancar.

Dari Rp10 miliar yang diminta, pihak perusahaan sudah memberikan Rp50 juta, lalu Rp100 juta, total Rp150 juta.

Perbuatan Terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 12 huruf e jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat (1)  KUHP.  Ancaman pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun penjara.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak