Apabila subak terus berkurang dan habis maka secara langsung Bali akan mudah diterpa bencana, seperti banjir.
Selain itu Bokis juga menyoroti masifnya alih fungsi lahan akibat pembangunan akomodasi parawisata yang tentu sangat banyak mengkonsumsi air dalam aktivitasnya operasionalnya.
Pembangunan hotel dan sarana akomodasi pariwisata lainnya amat meningkat tajam bahkan hingga dua sampai tiga kali lipat.
Data Badan Pusat Statistik menunjukan pada tahun 2000 jumlah hotel bintang sebanyak 113 hotel dan di tahun 2023 menjadi 541 hotel, dengan jumlah kamar di tahun 2000 berjumlah 19.529 dan meningkat tajam menjadi 54.184 di tahun 2023.
Baca Juga:Polisi Hapus Kode Jaringan Narkoba di Kuta Utara Ada di Dinding Rumah Sampai Gang
"Angka tersebut menunjukan pertumbuhan yang amat signifikan terlebih beberapa pakar telah menyebutkan jika Bali telah Overtourism bahkan Overbuild, banyak penelitian yang mengungkapkan jika akomodasi paraiwisata adalah satu industri yang rakus akan air yang mana dalam beberapa penelitian menyebutkan jika satu kamar hotel membutuhkan 800 liter/kamar/hari , sangat jauh lebih banyak ketimbang kebutuhan rumah tangga" tegasnya.
Menurutnya, Pembangunan infrastruktur yang menyebabkan alih fungsi lahan dan mengurangi jumlah subak di Bali tentunya merupakan hal nyata yang mengantarkan Bali pada krisis air.
Terlebih banyak temuan jika akomodasi pariwisata lebih banyak menggunakan air bawah tanah (ABT) ditambah dengan peruntukan kawasan hujau yang hingga kini tidak memenuhi kriteria sebanyak 30 persen sesuai luas wilayah dalam ketentuan peraturannya.
"Sehingga kami mendesak pemangku kebijakan untuk menghentikan segala bentuk pembangunan yang ekstraktif dan memperparah keadaan lingkungan yang menganvam ketersediaan air dan yang mengancam Subak di Bali" tandasnya.
Baca Juga:Bak Uji Nyali, Pria Ini Dicegat Kawanan Monyet di Jalanan yang Sepi