SuaraBali.id - Upacara Pelebon di Bali kembali menjadi sorotan seusai Puri Ubud, Gianyar, Bali menggelar upacara pelebon meninggalnya Tjokorda Bagus Santaka dari Puri Saren Kauh.
Upacara tersebut digelar kemarin pada Minggu (14/4/24). Pihak Puri mempersilahkan masyarakat umum hingga turis untuk menyaksikan upacara tersebut, sehingga ribuan manusia menumpuk dalam acara itu.
Arak-arakan Bade dan Lembu berjalan kurang lebih satu kilometer dari Catus Pata Ubud hingga ke Setra Dalem Puri.
Sekilas, Upacara Pelebon bagi orang awam ini masih terdengar asing, berbeda jika penyebutan Pelebon ini diganti dengan istilah Ngaben.
Baca Juga:3 Hari Liburan di Bali, Wisatawan Asal Jakarta Habiskan Rp 6 Juta Untuk Beli Oleh-oleh
Masyarakat umum lebih memahami istilah Ngaben, yang berarti upacara prosesi pembakaran mayat atau kremasi yang dilakukan oleh umat Hindu di Bali untuk melepaskan jiwa orang yang sudah meninggal.
Upacara Pelebon dan upacara Ngaben ini berbeda dari sisi prosesi, biaya, tampilan dan status kebangsawanan seseorang.
Upacara Pelebon ini biasanya dilakukan selama berbulan-bulan dan menelan biaya yang tidak sedikit. Melansir dari laman Indonesia.go.id, upacara ini umumnya terbagi menjadi 2, yaitu pembaringan jenazah beserta upacara sakral lainnya dan proses kremasi jenazah/pelebon di setra (kuburan).
Dalam upacara pembaringan jenazah, mendiang akan dilengkapi dengan barang-barang kesukaan selama hidup.
Setiap hari keluarga masih membawa sesajian dan suguhan untuk makan serta minum. Keluarga mendiang beranggapan bahwa mendiang masih hidup.
Baca Juga:Penumpang di Terminal Mengwi Masih Didominasi Keberangkatan
Masyakarat sekitar membantu keluarga untuk mempersiapkan segala kebutuhan perangkat upacara Pelebon, seperti bade pelebon (Menara kremasi), lembu yang dibakar beserta jenazah, bebantenan (sesajian) dan sebagainya.
- 1
- 2