SuaraBali.id - Kesenian patung atau ogoh-ogoh sudah mulai memenuhi sosial media. Terutama di daerah Bali, rasanya berbagai macam bentuk ogoh-ogoh ada di sini.
Hal ini menandakan bahwa Hari Raya Nyepi sudah semakin dekat. Iya, Hari Raya Nyepi tinggal menghitung hari. Umat Hindu di Bali akan memperingati Hari Raya Nyepi ini setiap 1 tahun sekali.
Nyepi sudah dilakukan secara turun temurun setiap tahun Baru Saka. Di tahun ini, Hari Raya Nyepi jatuh pada tanggal 11 Maret 2024.
Nyepi biasanya berlangsung selama 24 jam mulai dari jam 6 pagi hingga jam 6 pagi keesokan harinya. Peringatan Nyepi ini identik dengan situasi yang tenang, damai, senyap tanpa aliran Listrik.
Baca Juga:18 Ribu LPJU di Kota Denpasar Akan Dipadamkan Sejak Minggu Malam
Melansir dari buku Nilai-Nilai Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia dan Implementasinya dalam Pendidikan Sekolah Dasar, Nyepi merupakan hari raya Umat Hindu di Bali yang diperingati dengan tidak menyalakan api (bahkan Listrik), tidak bepergian ke luar rumah, dan tidak melakukan aktivitas fisik.
Nyepi juga menjadi sarana perenungan untuk segala hal yang telah dilakukan. Selain itu, tradisi Nyepi ini juga menjadi kesempatan kita untuk mengevaluasi diri menjadi pribadi yang lebih baik lagi kedepannya.
Hari Raya Nyepi ini dilakukan untuk menjaga keseimbangan bhuana agung dan bhuana alit atau titik pertemuan sifat negatif dan positif.
Tradisi ini juga sebagai bentuk ketaatan umat Hindu di Bali untuk tidak bepergian, beraktivitas, menyalakan api maupun Listrik, sehingga tidak ada yang menghalangi momen untuk mendekatkan diri pada Tuhan.
Sebelum menyambut Hari Raya Nyepi ini, umat Hindu akan terlebih dahulu melaksanakan Tawur agung kesanga.
Baca Juga:Seperti Tahun Sebelumya, Layanan Data Seluler Dan IPTV Dimatikan Saat Nyepi
Upacara Tawur Agung ini dilakukan sehari sebelum hari Raya Nyepi dan bertepatan pada Tilem Sasih Kesanga pada sistem penanggalan.
Tawur agung bermakna untuk membayar atau mengembalikan sari-sari dari alam yang telah diambil oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari.
Pelaksanaan tawur agung ini akan dilanjutkan dengan pawai dan arak-arakan ogoh-ogoh yang memiliki wujud Bhuta Kala atau simbol kejahatan.
Ogoh-ogoh ini diarak keliling desa atau kampung adat, dan kemudian dibakar. Prosesi ini melambangkan manusia membakar kejahatan di muka bumi dan di dalam dirinya.
Kontributor : Kanita